TRACK TALK: Starrducc – s/t (EP, 2023)
Sepertinya identitas Jansen akan terus membayangi Starrducc berkat penulisan lirik ala Adji sudah terlalu melekat erat sekarang.
Sudah bukan hal yang tabu ketika satu (atau dua) personil dari sebuah band yang sudah ‘established’ tiba-tiba bermanuver dengan membuat proyek sampingan guna memuaskan hasrat bermusiknya yang tak terfasilitasi dengan band yang ia sedang naungi. Banyak contohnya, mulai dari band macam Boxcar Racer, Reggie and The Full Effects, Velvet Revolver dan masih banyak lagi band ‘proyek sampingan’ lainnya di luar sana.
Meski mungkin perbandingannya tidak apple-to-apple dengan band-band di atas yang saya sebutkan, kemunculan Starrducc lewat EP perdananya beberapa waktu lalu lumayan mengingatkan saya akan fenomena band proyek sampingan macam itu.
In case you missed it, Starducc adalah band sampingan Adji dan Tata dari unit punk rock yang sedang digilai oleh kawula muda indie myuzik di Indonesia bernama The Jansen. Jadi sebetulnya dengan paparan fakta itu pun, setidaknya sudah ada benang merah stereotip akan komposisi serta penulisan lirik yang lumayan kentara mengingatkan Jansen di musik Starducc – like it or not.
EP Starrducc berisi enam lagu pop jangly yang lumayan mengawang. Kalau boleh name dropping, mengingatkan saya ke band-band macam Heavenly atau bahkan Field Mice – maafkan referensi yang terlalu culun ya. Dari segi musik sebetulnya tak ada nuansa yang dirasa begitu baru. Just plain good old indiepop songs with sweet female vocals. Nah kalau dari segi lirik, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, mau tidak mau gaya penulisan Adji ala Jansen sudah terlalu melekat di musiknya.
Begini, tentu karakter penulisan lirik biasannya akan selalu melekat dengan identitas sang penulisnya meski dia sedang bermain di proyek sampingannya. Contoh paling konkret di lokal ya macam Jimi Multhazam yang punya tiga band utama: The Upstairs, Morfem dan Jimi Jazz. Ketiga band itu meski musiknya berbeda, tetap saja identitas liriknya masih sangat Jimi sehingga tetap memberikan runutan yang jelas akan preferensi lirikalnya.
Bagi saya, komparasi macam itulah yang terjadi dengan Starrducc. Tetap saja identitas Jansen akan terus membayangi unit indiepop belia asal Bogor ini karena mau tidak mau lekatan bayangan penulisan lirik ala Adji sudah terlalu tertoreh di nalar banyak orang. Di satu sisi, tentu itu bagus untuk sosok Adji sebagai peneguhan status dia sebagai penulis lirik. Di sisi lain, bagi saya Starducc pun harus punya pembedanya sendiri untuk tidak disebut sekedar sebagai ‘Jansen versi pop’.
Overall, EP ini mungkin akan langsung cocok bagimu yang memang gemar mendengarkan band-band gitar pop yang bertempo sedang. Yaaa liriknya pun akan terasa relevan bagimu yang masih berada di paruh umur tengah-belasan-sampai-tengah-dua-puluhan. Saya pribadi belum menemukan sesuatu yang ‘klik’ di rilisan ini karena mungkin belum menemukan titik personal dari musiknya. Hmmm atau mungkin saya memang sudah terlalu tua untuk menjadi relevan dengan lirik Adji dan musik garapan Tata yang macam ini? Entahlah.
Dengarkan EP Starducc di sini: