TRACK TALK: Banda Neira – Tumbuh dan Menjadi (Album, 2024)
Kembalinya Banda Neira dengan album Tumbuh dan Menjadi dirasa masih meninggalkan kerinduan yang tak lunas terbayar.
Sudah seperti yang kita tau, gimmick “reuni” sebuah grup musik yang sudah lama tak aktif atau bahkan bubar memang selalu seksi. Tidak sedikit juga festival atau promotor yang setiap tahunnya berusaha menjual gimmick-gimmick macam itu. Yang kita bisa lihat beberapa tahun ke belakang, ada Club 80s dengan formasi awalnya bersama Vincent dan Desta di Synchronize Festival tahun 2019. Di tahun dan festival yang sama juga kita bisa melihat reuninya personil-personil lama Killing Me Inside dalam project Killing Me RE:UNION. Hingga di Pestapora tahun 2024 di mana Deadsquad tampil kembali dengan vokalis lamanya, Daniel Mardhany.
Untuk skala yang lebih kecil, banyak juga band-band alternatif yang memutuskan untuk comeback dalam 2 tahun ke belakang. Dari Bandung, unit alternative rock Collapse yang sebelumnya hanya memiliki satu EP bangun dari mati surinya di tahun 2022, tentunya dengan formasi baru yang bisa dibilang jadi semacam supergroup. Dari Jakarta, ada Barefood yang setelah beberapa tahun tidak manggung akhirnya kembali menjajal stage gigs di hajatannya Paguyuban Crowd Surf untuk memainkan panggung terakhirnya sebelum memutuskan untuk mengubur namanya dalam-dalam, meski siapa yang tahu di masa depan kuburannya akan dibongkar kembali atas dalih reuni.
Menuju akhir tahun 2024, kita juga kedatangan salah satu grup musik folk akbar yang kembali dengan album baru setelah delapan tahun tanpa produktivitas. Nama yang dimaksud adalah Banda Neira.
Pengumuman ini diikuti dengan rilisnya sebuah single pada tanggal 28 Oktober lalu berjudul “Tak Apa Akui Lelah” yang selang empat hari berikutnya langsung disambut album penuh Tumbuh dan Menjadi (Berjalan Lebih Jauh Records). Tentunya, kabar ini disambut dengan antusiasme tinggi. Bagaimana tidak? Pertanyaan “Kapan Banda Neira comeback?” kerap lalu lalang di linimasa. Tapi buat saya pribadi, rasanya ini agak hambar karena salah satu faktor: pergantian personel. Entah lah, menurut saya pribadi Banda Neira itu adalah Ananda Badudu dan Rara sekar, tanpa kompromi.
Bergabungnya Sasha menggantikan posisi Rara Sekar membuat saya sempat berpikir kalau ini bukan lah yang saya nantikan, meski pikiran-pikiran macam itu mulai terobati setelah menyimak lebih lanjut Tumbuh dan Menjadi, itu pun masih tak menyembuhkan seutuhnya.
Sesuai dengan judulnya, album ini berfokus pada tema pertumbuhan dan transformasi. Ada rasa refleksi dan kerinduan akan makna yang gamblang, seiring liriknya mengulik suasana perubahan, pencarian jati diri, dan perjalanan waktu. Album ini membeberkan cerita yang sangat pribadi, yang akan dirasakan oleh siapa pun yang mengalami naik turunnya kehidupan, cinta, dan kehilangan. Yang membuat lirik pada album begitu mewah adalah rasa vulnerability dan kejujurannya.
Mereka tidak mengandalkan pernyataan yang muluk-muluk atau simbolisme abstrak, melainkan berbicara dengan jelas dan rendah hati. Menjadikan album ini mudah diakses namun tetap mempertahankan nuansa kedalaman yang puitis. Pendekatan jujur dalam penulisan lagu ini sangat terhubung dengan pendengar pada tingkat emosional, karena cara ini menangkap nuansa pengalaman hidup dengan cara yang terasa pribadi dan berhubungan.
Kolaborator yang diajak dalam album ini juga tidak main-main. Terdapat nama-nama kawakan macam Gardika Gigih dan Reruntuh. Selain itu, terselip juga nama baru seperti Lie Indra Perkasa yang mengisi di dua lagu: “Kau Semakin Menggema, Memerdekakan” dan “Seorang Pemula”. Masih tak cukup, kredit bertambah pada Putu Deny Surya di trek penutup “Tumbuh dan Menjadi”. Dinilai dari berbagai aspek, kemewahan album ini sudah jadi jaminan, dan tentunya meminimalisir rasa kecewa yang mungkin akan hinggap di pendengar. Tapi tetap saja, tak lengkap rasanya karena tidak ada Rara Sekar di sini, tanpa bermaksud mengecilkan nama Sasha.
Sebelum pengumuman rilisnya album ini, sudah banyak gembar-gembor tentang kembalinya Banda Neira yang seliweran di media sosial. Sampai pada akhirnya kita sampai di tahun 2023, saya ingat rasa excited-nya saat terdapat nama Banda Neira di line-up Pestapora. Tapi sekali lagi saya tak begitu terpuaskan karena penampilan tersebut hanya menampilkan Ananda Badudu membawakan album-album lama. Kembali pada poin saya di awal, Banda Neira itu harus Ananda Badudu dan Rara Sekar. Walaupun project solo dari masing-masing personel tak kalah menarik, namun kerinduan saya terhadap dua orang tersebut berbagi panggung sejauh ini masih tak tergantikan.
Tulisan ini rasanya hanya membuat saya terdengar seperti grumpy Gen Z, tapi sebagai pendengar mereka, ini jadi suara hati terdalam yang tak bisa dibohongi. Kita sudah pernah mendapatkan jawaban dari cuitan Ananda sendiri bahwa kembalinya Rara Sekar ke Banda Neira adalah mustahil, namun saya tak bisa serta-merta menelannya dengan ikhlas begitu saja.
Mungkin ini hanya remehan saran yang juga didengar tidaknya tak ada jaminan: album Tumbuh dan Menjadi akan terdengar sempurna jika tak ada embel-embel Banda Neira. Ini jadi sepaket risiko yang mesti mereka hadapi, jika masih di bawah bendera Banda Neira, maka jangan salahkan ekspektasi pendengar juga jika kembalinya Rara Sekar jadi sesuatu yang diharapkan pula. Toh menurut saya, tanpa nama Banda Neira pun saya yakin album ini tetap bisa jadi barang jualan yang bagus, karena memang materinya pun jadi terjamin mutunya.
Intinya, momen kembalinya Banda Neira ini bukan comeback yang saya harapkan. Rasa rindu saya belum bisa dibayar tuntas, meski dengan sogokan album baru sekali pun. Sampai saat ini saya masih memegang harapan kosong kalau suatu saat bisa melihat formasi mula Banda Neira di atas panggung, entah jadi barang jualan festival besar maupun promotor dengan konsep solo concert. Sekali lagi, tanpa mengkerdilkan nama Sasha yang sebenarnya mengisi porsi tersebut dengan baik, hanya saja ini bukan Banda Neira yang saya kenal.
Teks: Freykarensa
Dengarkan Tumbuh dan Menjadi di sini!