X

TRACK TALK: Amerta – Nodus Tollens (Album, self-released)

by webadmin / 4 weeks ago / 145 Views / 0 Comments /

Bersama Nodus Tollens, Amerta merefleksi kegoyahan dunia hari ini dengan sulangan post metal, sludge sampai goth yang taktis.


Menyinggung Amerta, tentunya merupakan satu anekdot yang menarik. Mereka adalah entitas musik yang magnetik semenjak hadir di kancah dalam kurun waktu tiga atau empat tahun ke belakang. Apalagi bila merujuk latar belakang dari beberapa nama personel  di dalamnya yang bermain untuk macam-macam spektrum musikal. Sarat jam terbang, mentalitas teruji luhur dan kerap memamerkan kualitas wahid, itu kunci utamanya.

Berbekal single-single eceran sejak kemunculannya di masa pagebluk, menyibak anomali yang menyeruak. Ketika eksponen kebanyakan cenderung main musik pembangkit gairah jingkrak-jingkrak dan mengepalkan tinju ke angkasa, Amerta yang berisikan penyanyi Theresia Aurelia (Techa), pemain gitar Raja Humuntar Panggabean, pencabik bas Anida Sabrina Bajumi, Loddy Andrian sang pengendali synthesizer/moog dan Auliya Akbar sebagai penggebuk drum ini justru menyeret pendengar untuk setidaknya lebih merunduk, menguatkan sentimentil hingga merasuk tenggelam. Namun, hantamannya sungguh dapat dipertanggungjawabkan, bak makhluk di dasar palungan yang mengerang amarah serta menelur pekak disonansi nan emosional.

Ya, pembuktiannya telah termaktub di debut yang mereka rilis dengan tajuk Nodus Tollens di bulan Oktober lalu. Merangkum formula kroni-kroni metal/rock mencakup lanskap yang berat namun anggun. Amerta menitikberatkan suatu rasa berbeda untuk kaliber album ekstrim yang diracik sedemikian rupa. Tonjolkan deru yang tak harus ngebut tapi begitu menggerinda tajam di telinga hingga kepala. Taburan aransemen maupun riff tidak semata-mata itu-itu saja alias (maaf) generik, melainkan menempatkan berbagai variasi bunyi yaitu dapat menggeram juga melankolis dalam garis yang seksama.

Nodus Tollens menghadirkan liukan stimulan renyah bagaimana mengelaborasi secara utuh post-metal, sludge maupun serpihan rock bertenaga bulldozer seharusnya dimainkan. Untuk kancah band lokal, bermain di ranah ini memang membutuhkan ide atau selera yang sekonyong-konyong sembarang. Apalagi ketika harus membangun sekaligus mengatrol dinamika bunyi yang sudah diolah. Sejauh ini, mungkin SSSLOTHHH yang berhasil melakukan itu untuk himpunan satu dasawarsa terakhir.

Pula bila menyinggung sekilas kiprah Ghaust yang melegenda di kawah tersebut ketika paruh akhir 2010–an. Impresif dan membekas, in a good way. Berlaku pula tentunya untuk kawan-kawan di Amerta yang mencapit implementasi tepat. Bekal penting yakni melumat pelbagai referensi ceruk musikal dan memupuk attitude yang semestinya. Juga menggaet seorang Ricky Siahaan (Seringai) untuk menduduki kursi panas sebagai produser, di mana dirinya berhasil mendulang potensi tersembunyi anak-anak Amerta; Menyuplai nutrisi prolifik, mengukuhkan patronase visi agar tidak keblenger dan senantiasa menyublim marwah Amerta berada pada level yang berbeda.   

Kutat Nodus Tollens sendiri merangkai narasi hidup yang kerap tak masuk akal, penuh tanda tanya juga teka-teki. Ada gelisah yang mengganjal, hidup yang sepenuhnya termenung dan keburukan sistem di dunia. Tergambar jelas di sampulnya, hasil tangan dingin ilustrasi Ramzi Firhad (Dara Muda, Badai Pasti Berlalu) yang membiarkan tumpukan buku (sumber pengetahuan) terbakar begitu saja. Disamping gerak-gerik manusia yang lebih mementingkan menjajal konflik dengan sesama tanpa (mau) harus menciptakan retorika intelektual guna menyelesaikannya alias kesengsem terkulum oleh chaos.

Mukadimah secara sonikal, Nodus Tollens memperkenalkan “Argentum” yang gagah perkasa, gigantic lantas bergemuruh luluh lantak. Menonjolkan langsung wajah Amerta secara gamblang, tanpa basa-basi. Untaian vokal Techa kemudian menjadi game changing—mengimbangi instrumen keempat rekannya di unit satu ini. Begitu pun dengan nomor macam “Hejira”, “Chevron” dan “Bleeker” yang menciptakan gerbang awal mereka kepada khalayak di kancah. Membuat riuh gelora liga post-metal atau metalgaze lebih merekah. Kredit tersemat untuk “Bleeker” di mana versi album kali ini terdengar super sangar, padat dan menghimpit fill-in dalam beberapa lini aransemen yang tepat guna. Disamping berfokus menabur elektronika,  Loddy coba melolong kejam dan hasilnya dahsyat. 

Amerta coba merekonstruksi “Kala Sang Surya Tenggelam” kepunyaan mendiang Chrisye berada pada tahta yang cukup distingtif. Haunting and freezing, at the same moment. Membukakan khasanah meraup atensi yang lebih lebar dan populis. Betapa krusialnya riffing-riffing kelas tinggi yang dihadirkan Raja di album ini. Berkelindan, membelalak, reflektif juga indah. Begitu pun peran Anida yang bertindak sebagai el metronom di wilayah bas Amerta itu sendiri. Klinis sekaligus taktis. 

Trek “Padam” tiba-tiba menjadi sorotan. Merebak anomali di isian Nodus Tollens. Selain Loddy yang kembali menggeram, Akbar menjadi lakon utama apalagi permainan drumnya yang tidak usah ditanya lagi. Hentakan single pedal, in yer face song, galak—Deathwish core-ish, tengik A389 Recs—menyemai metal/HC—keotik. Sudah sepatutnya, ketika dominasi melingkupi  gempita Cave In, Amenra, Cult of Luna, kemudian mengadaptasi serba-serbi Sargent House, The Flenser atau Avalanche Recordings terutama gemericik industrial/post-punk “Eternal Grace”, perlu menaruh spektrum bercorak abrasif seperti ini. Ya, nomor favorit secara personal dan kesukaan. LOL. 

“Beautiful Ivory” salah satu pancang paling legit untuk Nodus Tollens secara keseluruhan bagi saya pribadi. Menawan. Riuhnya dinamis. Durasi panjang tidak jadi soal, melainkan mempertunjukkan manifestasi Amerta sesungguhnya. Laksana mengenyam satu mangkok bakmi berpugasan 80 gram samcan panggang juga dua butir bakso goreng gurih dalam sekali duduk. Slurpy tak terkira! Ada pendapat pribadi mengenai “Tiang Garam” yang dirasa tidak cocok ditempatkan sebagai penutup album. Seakan membuang nafas dan menyudahi. Padahal lantunannya memiliki nilai yang berbeda. Mengeksekusi kemuraman trip hop bahkan goth yang sangat baik. Pantas bila diurutkan berada di tengah-tengah kemasan album. Selain itu, berlaku juga untuk “Pirouette” yang dirasa hanya sebagai ‘lip balmNodus Tollens. Kurang memancarkan keistimewaan yang signifikan dibanding tajuk lainnya.

Simpul singkat Nodus Tollens; satu debut yang memiliki mental untuk lebih selangkah ke seberang, gahar sudah barang tentu, mudah cerna dengan kualitas meyakinkan dan cenderung bakal sering diserukan bahkan dielu-elukan oleh para penggemar yang menyukainya. Debut gemilang. Wonderful. Tinggal bagaimana teman-teman Amerta merancang rilisan selanjutnya. Kejutan dan eksplorasi apa yang akan dilakukan pasca rilisan satu ini. Patut dinantikan.

Selamat menyelami tanda tanya, Nodus Tollens!

Teks: Karel Trinov

Dengarkan Nodus Tollens di sini!