X

The (Not So) New Shape Of (Pop) Punk To Come: No Pressure (2022)

by Prabu Pramayougha / 2 years ago / 1894 Views / 0 Comments /

Bagi saya, pop punk adalah sebuah ceruk musik yang kerap kali disalahpahami karena tumpah ruah dinamika di dalamnya – baik dari segi sikap, visual bahkan – yang paling seringkali dihajar –  pergeseran musikalitasnya dari masa ke masa.

Tentu beberapa poin perdebatan yang telah dipaparkan tersebut bermula dari perbedaan selera dan juga pemahaman akan konsep ‘pop punk’ itu sendiri. Ada yang meyakini bahwa format pop punk paling sahih adalah musik punk rock bernyanyi ala turunan dari Ramones dan Buzzcocks macam Green Day, The Queers atau roster-roster Lookout! Records juga Fat Wreck Chords, ada pula yang mengamini format modern ala Blink-182 post-Enema atau New Found Glory. Malah ada pula yang meyakini bahwa format pop punk yang lebih masuk akal adalah macam musik yang diusung oleh band-band tumblrcore macam Man Overboard, The Story So Far bahkan State Champs. The debacle has been going on and on and on.

Jujur saya pribadi memang lebih menyukai format pop punk 90-an ala Green Day atau bahkan irisan skate punk ala Blink-182 era Scott Raynor. Bisa jadi itu hanya batas referensi saya – yang sudah kepala tiga sekarang – bahwa format musik macam itulah yang sahih menaungi agresi punk rock dengan harmonisasi vokal yang super poppy. Tapi saya pun tidak menutup hati bahwa beberapa rilisan dari New Found Glory atau bahkan Saves The Day (era awal) bisa meluluhkan usangnya selera musik sok iyeh saya soal pop punk. Dan di tahun 2022 ini pun ternyata muncul sebuah rilisan yang setelah saya dengarkan beberapa kali secara seksama dan membuat saya merespon lirih: “Ya bolehlah.”

Rilisan tersebut adalah album penuh perdana dari No Pressure – proyek sampingan para personil band The Story So Far, Regulate dan Light Years.

 

Awalnya saya tak terlalu peduli dengan keberadaan No Pressure. Saya hanya menganggap mereka sebuah band melodic hardcore (dengan mazhab melodic 90-an ala Lifetime atau Kid Dynamite) yang tiba-tiba populer karena faktor pamor Parker Cannon di dalamnya dan juga berkat dirilis oleh sebuah label hardcore ternama bernama Triple B Records – yang tentu memiliki pengaruh yang dirasa signifikan mengingat No Pressure pun kini digemari banyak pendengar musik hardcore. Ah satu lagi, video live mereka pun sempat diunggah oleh hate5six. Jadi saya rasa kala itu, mereka hanyalah band yang memang sedang di atas awan berkat keniscayaan zaman saja.

Sampai suatu hari di tengah bercengkerama dengan beberapa kawan, mereka bertanya akan pendapat saya tentang No Pressure. Saya pun gagap dibuatnya karena memang pada saat itu saya belum pernah mendengarkan satu pun lagu dari band yang terbentuk di tahun  2020 tersebut. Pulang ke rumah, saya pun memutuskan untuk mencoba mendengarkan album perdana mereka.

Di putaran pertama, impresi saya malah biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Memang betul catchy sekaligus agresif ala skate punk 2000-an tapi saya belum bisa menemukan dimana istimewanya album yang konon didaulat media Brooklyn Vegan sebagai album ‘ter-(pop)punk dari Parker Cannon’ tersebut. Saya pun mencobanya untuk memutar album tersebut untuk kedua kalinya secara keseluruhan. Okay. Ternyata ada sedikit perbedaannya.

Ketika saya simak untuk kedua kalinya, saya memang merasakan ada sedikit (sekali lagi, sedikit) perbedaan musik No Pressure dengan musik-musik pop punk paska-millennium yang kerap berhamburan di Tumblr. Di beberapa lagu pada album tersebut, No Pressure seakan meyakinkan para pendengarnya bahwa mereka paham betul akan formula musik pop punk ‘klasik’ selera 90-an – seperti yang tersirat di lagu “Both Sides” dan “Big Man” – namun tetap memberikan nuansa melankoli ala pop punk tumblrcore agar, entahlah, mungkin agar tetap terasa berbeda? Tentu itu adalah hal yang wajar mengingat musikalitas Parker Cannon di The Story So Far memang mengutamakan tarikan vokal dan liukan melodi yang mengarah ke sana. Saya mengerti. Tenang saya tak sepuritan itu. Ummm tidak juga sebenarnya. Tapi intinya, saya cukup bisa memahami arah musik yang ingin disuguhkan oleh No Pressure. Dan, garis bawahi ini, saya cukup bisa menikmati musik No Pressure. Tak seluruhnya. Tapi yaaa, bolehlah.

Mungkin saya sekarang masih belum sepenuhnya memahami kenikmatan musik pop punk No Pressure. Tapi saya rasa, musik yang mereka usung setidaknya lumayan memberikan kredibilitas kembali kepada pop punk setelah beberapa tahun ke belakang terlalu bias dan terstereotipkan oleh pilihan artistik yang terlalu pretensius juga artifisial.

via mountainpunk.tumblr.com

Namun saya masih yakin akan pengamatan seruntulan saya tentang kenapa No Pressure bisa digemari banyak orang – dalam konteks di luar musikalitasnya. Pilihan mereka untuk merilis album perdananya di Triple B Records rasanya cukup representatif dan pilihan cerdas ketika hardcore kini sedang kembali naik daun berkat beberapa band yang kesuksesannya melebihi gelembung kancahnya sendiri.

Langkah yang diambil oleh No Pressure perihal perilisan karyanya itu sama sekali tidak buruk dan malah pernah dilakukan oleh New Found Glory beberapa tahun silam ketika bekerja sama dengan Bridge Nine Records – dan malahan kini mereka akan merilis album barunya di label hardcore legendaris Revelation Records. As long as the boat floats, it’s alright.

Ah satu lagi, saya yakin betul kalau No Pressure tidak pernah memutuskan untuk meng-cover lagu Blink-182 di beberapa panggung mereka yang kebetulan direkam oleh hate5six, rasanya gaung dan hype mereka tak akan sebesar sekarang haha!

No Pressure is cool. You need to check them out.


Oleh Prabu Pramayougha

Tagged

#no pressure #music #pop punk #hardcore #track talk

Leave a Reply