Memperkenalkan Kembali: A City Sorrow Built
Di tengah eksposur skramz lokal yang belakangan ramai lagi, kita patut mengingat kembali A City Sorrow Built.
Bagi kamu yang baru mulai mendalami musik skramz ataupun so-called (((real-emo))) di ranah lokal pada beberapa waktu terakhir, saya yakin cukup asing mendengar nama A City Sorrow Built. Nama mereka cukup jarang terlihat pada sebuah percakapan di sosial media ketika para netizen sedang saling bertukar referensi band-band serupa. Padahal, menurut saya, mereka merupakan salah satu unit skramz terbaik yang hadir di Indonesia.
Terbentuk kurang lebih satu dekade lalu, trio beranggotakan Emil Raji (Vokal/Gitar), Agus Mariana (Drum/Vokal), dan Adi Suryawan (Bass) tersebut sebenarnya merupakan salah satu generasi awal dari band yang membawakan jenis musik ini di Indonesia. Sebagai pembanding dengan nama lain yang masih eksis dan cukup populer saat ini, A City Sorrow Built sebenarnya merupakan teman seangkatan dari Amukredam, Senja Dalam Prosa, dan LKTDOV. Meskipun di antara ketiganya, kini hanya Senja Dalam Prosa yang masih aktif berkarya. Bahkan beberapa waktu lalu mereka baru saja merayakan perilisan album terbarunya.
Secara musik, A City Sorrow Built membawakan arsiran musik antara skramz/screamo dengan post-rock. Maka tak heran jika materi mereka terasa atmosferik dan melodius, meskipun tetap terdengar bising dalam waktu bersamaan. Setelah melakukan pendekatan musik skramz dalam bentuk paling primitifnya, raw dan cenderung lo-fi melalui dua rilisan EP, yaitu ‘Songs’ (2012) dan ‘Motions’ (2013). Baru pada album ‘Ai’ (2015), trio asal Bali tersebut merekam seluruh materinya dengan jauh lebih proper. Terdengar melalui output sound yang meningkat secara signifikan dan memiliki production value yang lebih tinggi.
Seperti para koleganya pada masa itu, secara lirikal apa yang A City Sorrow Built tawarkan terasa puitis. Ketika pendekatan tersebut digabungkan dengan narasi yang berbicara seputar kehilangan orang terdekat, pergolakan dalam diri, hubungan yang gagal, hingga existential crisis membuat materi mereka terbilang depresif namun tetap terdengar indah dan tidak cheesy sama sekali.
Melalui energi dan emosi yang dikeluarkan pada keseluruhan materinya, membuat para pendengar yang sedang mengalami kondisi serupa akan terasa familiar dan seketika relate terhadapnya. Penggalan lirik, “Mirror, mirror on the wall. Who the most fucked up one of them all?” dari trek ‘Hitam/Putih’ senantiasa terngiang di kepala ketika menghadapi masa-masa suram dulu. Tak heran saya merasa memiliki kedekatan personal terhadap A City Sorrow Built, terutama album Ai yang saya nobatkan sebagai salah satu rilisan lokal favorit saya sepanjang masa. Mungkin terkesan berlebihan, tapi memang itulah adanya.
Anyway, Merujuk pada pernyataan saya di paragraf awal, nama mereka kini terdengar asing. Tak banyak yang tau mengenai eksistensi mereka alias #YTTA. Bahkan, saat tulisan ini dibuat, akun Instagram mereka hanya memiliki 130-an followers saja. Cukup kontras jika dibandingkan dengan animo pendengar musik skramz/screamo yang sedang ramai belakangan melalui kehadiran Swarm dan Hallam Foe. Di mana seharusnya A City Sorrow Built pun mendapat sorotan dan kembali diperbincangkan sebagai salah satu sesepuhnya, sehingga membuat akun sosial media mereka diikuti oleh banyak orang.
Walaupun sebenarnya, kurangnya eksposur tersebut merupakan hal yang cukup wajar. Mengingat A City Sorrow Built telah menghilang cukup lama. Tidak jauh setelah merilis debut albumnya pada tahun 2015 silam. Apakah bubar atau sekedar hiatus panjang? Entahlah. Tapi, kalau boleh berasumsi liar, sepertinya hanya sedang masuk dalam masa hiatus panjang saja. Karena pada beberapa kesempatan random, akun Instagram mereka cukup sering mengunggah desain merchandise. Meskipun setelahnya, akun mereka kembali pasif tanpa ada tanda-tanda kehidupan lagi.
Hingga saat ini, rasanya tidak ada band lokal lain yang melakukan pendekatan emosi sementah dengan pendekatan musik sebising A City Sorrow Built. Menonton penampilan mereka adalah salah satu bucket list yang ingin saya penuhi sesegera mungkin. Karena jika kamu telusuri, dokumentasi penampilan trio tersebut cukup minim, sehingga menonton secara langsung merupakan opsi yang paling tepat. Meskipun entah kapan nama A City Sorrow Built akan kembali muncul di flyer gigs barudak di bawah tanah. Saya harap hal tersebut bisa terjadi dalam waktu dekat. Semoga.
Dengarkan A City Sorrow Built di sini: