X

TRACK TALK: Alkateri – Kontemplasi (Album; Gedung 4 Records, 2024)

by Ilham Fadhilah / 7 months ago / 473 Views / 0 Comments /

Melabuhkan Bandung ke dekade lampau lewat musik pop yang sejuk dan khas, Alkateri rasanya layak buat dapat sorotan lebih pasca rilisnya album debut mereka.


Saya tak tahu dengan pembaca, buat saya sebelumnya nama Alkateri lebih akrab sebagai salah satu jalan di Bandung yang kedengarannya tak begitu spesial. Ya, meskipun menyimpan ragam kuliner menarik di dalamnya, namun pamornya masih kalah dengan jalan-jalan lain di Kota Kembang semisal Braga atau Asia Afrika. Namun, unit yang mengambil inspirasinya dari sana justru menunjukan kalau nama ini layak buat dapat sorotan.

Alkateri, sebuah unit pop asal Bandung yang baru saja menetaskan debut albumnya beberapa waktu lalu ini seakan mencoba membawa kembali kejayaan kota kelahirannya tersebut ke dekade lampau; mundur menuju era Dada Rosada (buat urusan musik pop)  yang bisa dibilang punya kekhasan sendiri lalu memudar di waktu-waktu setelahnya. 

Mulai dari dari Pure Saturday, Themilo hingga band kelasan industri seperti Peterpan jadi cetakan Bandung di era itu. Alkateri pun muncul dan seakan jadi produk baru yang terlahir dari inkubator yang sama seperti mereka. Bedanya, mereka muncul di era di mana musik macam ini tak lagi jadi sorotan utama, seiringan dengan perubahan selera pendengar musik yang dinamis. Namun itu bukan hal yang buruk. 

Menampilkan album debut matang yang sudah mereka siapkan selama tiga tahun lamanya, tak sia-sia jika energi dan waktu tersita kini dapat dirayakan dengan suka cita. Kontemplasi’ hadir sebagai mesin waktu sekaligus rilisan siap tenggak yang bisa dikonsumsi kapan pun dan oleh siapa pun. Layak buat jadi ajang nostalgia juga tetap syahdu buat mereka yang hanya berpikir untuk menghidupi hari ini. Album ini punya muatan yang bagus untuk membuat siapapun relevan, di luar urusan geografis juga generasi. 

Kontemplasi (2024)

Delapan trek jadi peluru yang mereka lontarkan guna meromantisasi pelayaran renungan yang eksplisit mereka cantumkan sebagai tajuknya. Muatan nuansa post-rock disuntikan dalam dosis tinggi di dalamnya menambahkan nuansa syahdu dan sejuk dari getirnya lirik yang tertuang dari pena mereka. Mulai dari egosentrisme era pandemi, patah hati, hingga apokalips yang selalu menghantui. 

Overall, sebagaimana visi mereka di atas; mengembalikan musik pop Bandung era Dada Rosada berhasil dilakukan dengan kilasan kata sebagai upaya saya menjabarkan keseluruhan album ini, mereka bisa dibilang berhasil. Namun tak cukup sampai di situ, mereka masih menyimpan sisi lain yang jadi upaya lebih– meski sayangnya belum layak disebut spesial – yaitu di salah satu nomor bertajuk ‘BDO’, mereka menyelipkan nama Tomy Herseta, musikus elektronik buat mengisi sepersekian bagian dari lagu tersebut.

Selipan namanya di nomor ini sebagai featuring membuat ekspektasi saya melayang jauh. Sayang, kehadiran Tomy tak lebih hanya sebagai pemanis yang takarannya pun masih kurang untuk merubah rasa secara signifikan. Entah seberapa porsi yang dibutuhkan oleh Alkateri, namun saya rasa terlalu muluk-muluk jadinya, isian Tomy tak beda jauh dengan perkusi yang dikreditkan oleh Rezki Delian atau isian terompet di ‘Lebih Dari’. Mungkin namanya bisa saja sekedar terselip di kredit lagu demi menjaga ekspektasi pendengar. 

Setelah semua itu, Alkateri berhasil membuat pop dengan lirik Bahasa semakin menggugah. Di saat band-band lokal kini mulai beralih dari Bahasa Inggris dengan penyesuaian yang demikian rupa, Alkateri berhasil membuat itu seakan effortless dan tepat guna. Kawin selaras antara musik yang adem, lirikal yang puitis, serta getirnya pengalaman buat membangun nuansa yang syahdu untuk larut dalam pikiran. Saatnya rayakan kontemplasi pada titik yang bijak dan tenang dengan ‘Kontemplasi’.


Dengarkan Kontemplasi di sini!

Tagged

#Consumed Media #consumed #bandung #consumed magazine #alkateri