X

Mary Wollstonecraft: Her Life and Founding Feminist Philosopher/Idea

by webadmin / 1 month ago / 165 Views / 0 Comments /

Menelusuri kehidupan yang membentuk pemikiran pionir Mary Wollstonecraft tentang hak-hak perempuan.


Meski tak tepat dengan Hari Perempuan Sedunia, namun saya rasa tak pernah ada waktu yang tak tepat untuk membahas isu ini: hak dan kebebasan adalah milik individu, bukan gender. Selagi seksisme masih eksis di sekup-sekup kehidupan bermasyarakat, maka  menelisik isu ini akan selalu jadi urgent. Dalam konteks tersebut,  saya ingin memberikan sorot lampu pada Mary Wollstonecraft sebagai pionir pemikir yang memperjuangkan hak-hak perempuan yang sampai saat ini masih banyak diperjuangkan banyak kalangan.

Wollstonecraft adalah seorang pemikir paling berpengaruh dalam sejarah feminisme. Karyanya yang paling terkenal, A Vindication of the Rights of Woman (1792), merupakan kritik tajam terhadap gagasan umum yang menempatkan perempuan sebagai makhluk inferior secara alami dibandingkan laki-laki. la menantang sistem sosial yang mengekang perempuan dan mengadvokasi hak-hak mereka, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk memahami pemikirannya secara mendalam, penting untuk melihat latar belakang kehidupannya, kondisi sosial perempuan pada abad ke-18 di Inggris, serta argumen-argumen utama yang ia kemukakan dalam bukunya.

Lahir pada 27 April 1759 di Spitalfields, London, Wollstonecraft tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh dinamika dan tak sehat. Ayahnya, Edward John Wollstonecraft, adalah seorang pria yang tidak stabil secara finansial dan emosional, yang sering menyia-nyiakan kekayaan keluarga dalam usaha bisnis yang gagal. Ibunya, Elizabeth Dixon, adalah seorang wanita yang taat agama dan tunduk pada suaminya. Keluarga mereka sering berpindah-pindah tempat tinggal karena masalah keuangan, yang menyebabkan masa kecil Mary penuh dengan ketidakstabilan.

Sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara, Mary sering mengambil peran sebagai pelindung bagi saudara-saudaranya, terutama bagi saudara perempuannya, Eliza dan Everina. Pengalaman masa kecil penuh penderitaan dan ketidakadilan membentuk pandangannya tentang peran perempuan dalam masyarakat dan pentingnya pendidikan bagi mereka.

Pada tahun 1784, bersama dengan saudara perempuannya, Eliza, dan temannya, Fanny Blood, Wollstonecraft mendirikan sekolah untuk perempuan di Newington Green, sebuah komunitas yang dikenal progresif. Pengalaman ini memberinya wawasan tentang pendidikan perempuan dan mendorongnya untuk menulis karya pertamanya, Thoughts on the Education of Daughters (1787), di mana ia menekankan pentingnya pendidikan yang mengembangkan kemampuan rasional dan moral perempuan, bukan hanya keterampilan domestik.

Pada tahun 1788, Wollstonecraft menerbitkan Original Stories from Real Life, sebuah buku cerita untuk anak-anak yang dirancang untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan etika melalui narasi. la juga bekerja sebagai penerjemah dan penulis untuk penerbit Joseph Johnson, yang memperkenalkannya pada lingkaran intelektual radikal di London.

Pada tahun 1790, sebagai tanggapan terhadap buku Reflections on the Revolution in France yang ditulis Edmund Burke, Wollstonecraft menulis A Vindication of the Rights of Men. Dalam pamflet ini, ia membela prinsip-prinsip Revolusi Prancis dan mengkritik hierarki sosial serta ketidakadilan yang melekat dalam masyarakat Inggris. Karya ini menandai peralihannya dari isu-isu pendidikan ket politik dan filsafat sosial.

Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1792, A Vindication of the Rights of Woman pun rampung dan terbit . Buku ini memuat argumen bahwa perempuan harus memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik. Ia menekankan bahwa perempuan adalah makhluk rasional yang mampu berpikir kritis dan membuat keputusan sendiri. Wollstonecraft juga mengkritik pandangan bahwa perempuan hanya cocok untuk peran domestik dan menekankan pentingnya kemandirian ekonomi bagi perempuan.

Bercermin pada buku A Vindication of the Rights of Woman, berikut adalah hak-hak yang mendiang perjuangkan dan mewarisi spirit perempuan dalam memeperjuangkan haknya hingga hari ini:

Kritik terhadap pandangan tentang inferioritas alami perempuan

Salah satu gagasan utama dalam buku ini adalah bahwa perempuan tidak secara alami lebih lemah atau kurang rasional dibandingkan laki-laki. Wollstonecraft menolak klaim bahwa perempuan lebih emosional dan tidak mampu berpikir logis. la menegaskan bahwa jika perempuan terlihat kurang cerdas atau kurang rasional, itu bukan karena kodrat mereka, melainkan karena mereka tidak diberikan kesempatan yang sama dalam pendidikan dan pengalaman hidup.

Menurutnya, kecerdasan dan kapasitas moral bukan lah sesuatu yang ditentukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh lingkungan dan pendidikan. Dengan kata lain, jika perempuan diberikan akses yang sama terhadap pendidikan, mereka akan mampu mencapai tingkat intelektual yang setara dengan laki-laki.

Pentingnya pendidikan yang setara

Wollstonecraft melihat pendidikan sebagai faktor utama yang menentukan nasib perempuan dalam masyarakat. la mengkritik sistem pendidikan yang membatasi perempuan pada pelajaran-pelajaran yang tidak memperkaya kemampuan intelektual mereka. Menurutnya, perempuan harus diberikan pendidikan yang sama dengan laki-laki, agar mereka dapat berkembang sebagai individu yang rasional dan mandiri.

la juga menekankan bahwa pendidikan perempuan bukan hanya penting bagi kepentingan mereka sendiri, tetapi juga bagi kemajuan masyarakat. Seorang perempuan yang terdidik akan menjadi ibu yang lebih baik, yang dapat mendidik anak-ananya dengan pemikiran kritis dan nilai-nilai moral yang kuat. Dengan demikian, investasi dalam pendidikan perempuan juga berarti investasi dalam perbaikan generasi mendatang.

Kritik terhadap Jean-Jacques Rousseau

Dalam bukunya, Wollstonecraft secara khusus menantang pemikiran Jean-Jacques Rousseau. la mengkritik pandangan Rousseau yang menyatakan bahwa perempuan harus dididik untuk melayani laki-laki dan tidak membutuhkan pengembangan intelektual yang mendalam.

Wollstonecraft berargumen bahwa ide seperti ini hanya memperkuat dominasi laki-laki dan membuat perempuan tetap berada dalam posisi ketergantungan. Jika perempuan terus-menerus diajarkan untuk menjadi pasif dan tunduk, mereka tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai individu yang mandiri dan rasional.

Kesetaraan dalam Moralitas dan Peran Sosial

Wollstonecraft juga menyoroti standar ganda dalam moralitas yang diterapkan kepada laki-laki dan perempuan. Pada zamannya, perempuan diharapkan untuk menjaga kesucian dan kesopanan, sementara laki-laki sering kali dimaafkan atas perilaku mereka yang tidak bermoral. la berpendapat bahwa standar moralitas harus berlaku sama bagi kedua jenis kelamin dan perempuan harus dipandang sebagai individu yang mampu membuat keputusan moral mereka sendiri.

Selain itu, ia mengusulkan bahwa perempuan harus diberikan hak yang sama dalam kehidupan publik, termasuk dalam bidang pekerjaan dan politik. Meskipun pada saat itu gagasan ini dianggap radikal, ia percaya bahwa perempuan harus memiliki kebebasan untuk memilih jalannya sendiri, baik dalam kehidupan pribadi maupun professional.

Meskipun A Vindication of the Rights of Woman mendapat banyak kritik pada masanya, pemikiran Wollstonecraft telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam sejarah feminisme. Gagasannya menjadi dasar bagi gerakan feminis abad ke-19 dan ke-20, serta menginspirasi banyak pemikir feminis setelahnya.

Konsep tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan, kesetaraan moral, dan hak perempuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat tetap menjadi isu yang relevan hingga saat ini. Banyak ide dalam karyanya yang kemudian berkembang menjadi dasar bagi perjuangan hak perempuan, mulai dari hak untuk memperoleh pendidikan, hak politik, hingga hak ekonomi.

Pemikiran tadi membentuk dasar bagi perjuangan feminisme modern dalam mencapai kesetaraan gender di berbagai bidang. Ide-idenya yang menekankan bahwa perempuan adalah makhluk rasional yang berhak atas kesempatan yang sama dengan laki-laki telah menginspirasi berbagai gerakan feminis, termasuk di Indonesia, di mana tantangan seperti ketimpangan akses pendidikan dan diskriminasi di tempat kerja masih menjadi isu yang perlu diperjuangkan. Dengan terus mengadopsi dan mengembangkan gagasan Wollstonecraft, masyarakat dapat bergerak menuju lingkungan yang lebih adil, di mana perempuan dan laki-laki memiliki hak serta peluang yang setara untuk setiap kesempatan dan pengalaman.

Teks: Gren Rain