Kevin Raf Sanjani (Bleach/Futura Records Asia): Lungsurkan Visi Demi Tonggak Koneksi
Berkenalan sejenak dengan gitaris asal Bandung yang menggebrak bersama kendara bernama Bleach dan melenggangkan jabat erat hardcore melalui Futura Records Asia.
Gelombang spirit hardcore lokal memang semakin berkembang, terutama di awal 2020-an. Di Bandung, muncul salah satu eksponen yang sangat energik, yaitu Bleach. Kehadiran mereka di scene hardcore menjadi sorotan banyak orang, terutama saat pandemi melanda. Dengan agresi sonik yang menggelegar dan penampilan yang eklektik, Bleach berhasil menarik perhatian di kancah hardcore. Mereka tidak hanya dikenal lewat penampilan yang mencolok, tetapi juga kualitas musik yang menjanjikan. Dalam perjalanan karirnya, Bleach telah merilis dua EP, yaitu Self Titled dan Chrome, serta satu album penuh bertajuk State of Grace. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan kolaborasi dalam bentuk split album bersama The Couch Club.
Energi yang mereka bawa luar biasa, dan setiap penampilan seakan membawa semangat baru bagi penggemar hardcore. Seiring dengan perjalanan mereka, Bleach semakin mendapatkan pengakuan dari pecinta musik di ranah lokal, bahkan melakukan tur ke berbagai tempat dan mencicipi panggung internasional. Semua ini menunjukkan keseriusan mereka dalam berkarya dan berkontribusi dalam scene hardcore. Jadi, tidak heran jika nama Bleach terus dibicarakan hingga saat ini.
Bleach bukan lah nama yang mendadak muncul di kancah musik lokal tanpa alasan yang jelas. Popularitasnya saat ini adalah buah dari perjalanan panjang yang dipenuhi strategi matang dan dedikasi tinggi. Komplotan ini berhasil mencuri perhatian bukan semata karena tren atau gaya, tetapi karena usaha konsisten untuk menyesuaikan diri dengan dinamika sirkuit lokal, membangun jaringan lintas komunitas, dan memanfaatkan setiap peluang, sekecil apapun itu. Di balik semua itu, ada satu nama yang layak disorot: Muhammad Kevin Raf Sanjani (selanjutnya disebut Kevin), pendiri dan figur sentral band ini.
Kevin bisa disebut otak di balik bagaimana band ini bertumbuh dan menciptakan tonggak penting dalam perjalanan mereka. Kevin tak hanya membentuk Bleach dengan visi yang jelas, tetapi juga memastikan band ini tetap relevan melalui pendekatan yang adaptif. Lewat perhatiannya terhadap detail, kemampuan membangun relasi di luar komunitas hardcore, serta keberanian memanfaatkan momen-momen krusial.
Singkat cerita, Kevin yang kini berusia 29 tahun tumbuh memang sudah dekat dengan musik sedari kecil seperti belajar instrumen gitar lalu memasuki usia remaja lebih tepatnya sudah kesengsem bebunyian ekstrem. “Saya dari kelas 5 atau 6 SD udah dengar dan suka sama band-band kayak Avenged Sevenfold, Aiden dan Caliban atau kalo Indonesia itu Straightout,” jelasnya tertawa ketika dijumpai di Downtown Market, awal November lalu.
Perjalanan musik Kevin terus berlanjut yang kala itu kerap bersinggungan dan nongkrong dengan kawan-kawan Cimahi, yang di mana justru kediamannya cukup jauh yakni di kawasan Braga, Bandung. Ketika menginjak SMP saja, dirinya sudah bermain agresi death metal dan grindcore bernama Flesh Autopsy juga Necro Terror. Pertemanan dengan lingkup Cimahi membuat dirinya banyak mendapatkan referensi dan kawan baru di era seragam putih abu. Bergabung dengan grup Forward yang menjeritkan hardcore melodius di rentang waktu 2010 sampai 2015-an.
“Paling lama malah sama Forward, memang waktu itu lagi demen musik mulai dari The Carrier sama More Than Life,” kata Kevin. “Itu aku sudah jalan sama si Upi (Luthfi—drummer Bleach kini) di Forward, tapi long story short karena kesibukan sana-sini para personelnya, Forward akhirnya hiatus untuk beberapa waktu.”
Pasca usai dengan Forward, Kevin mengaku jarang bahkan tidak pernah menyambangi gigs atau pertunjukkan musik independen dalam waktu yang cukup lama. “Ada tiga tahunan nggak pernah banget ke acara, karena aku sibuk bekerja sama mulai beririsan dengan ranah per-street wear-an dan akhirnya gawe di Mimiti Coffee and Space”, bebernya. “Di sana tuh akhirnya kenal sama si Krisna yang kemudian hari dia nawarin diri main gitar sama Bleach yang aku bikin sama si Alvin dan Upi di 2019 dan memang pernah sengaja kasih dengar materi ke dia waktu itu berdasarkan kesukaan sama band seperti Expire dan Backtrack.”
Justru “meminang” Michael atau Mike ke tubuh Bleach atas dasar jiwa scouting yang telah Kevin sadari. “Si Mike tuh aku sengaja DM di Instagram sambil kenalan, karena aku lihat dia paling stand out pas show-nya Odd Man Out di Bandung (besutan Non Blok Crew, medio 2019) di Fresh Beer,” kenangnya. “Diantara massa yang lain hitam-hitam, si Mike paling berwarna sendiri, apalagi dengan rambut kriwil khasnya itu (ha-ha-ha), aku waktu itu chatting tanya dia apa bisa main alat, katanya bisa (bermain bass ketika itu) dan akhirnya mau coba gabung.”
Lantas sejarah berbicara kemudian, terutama untuk Bleach itu sendiri. Momen kuncinya adalah saat mereka merilis EP perdana dan melakukan show pertama di gerai Husted Youth pada tahun 2021. Respon publik yang luar biasa terhadap debut tersebut menjadi pondasi kokoh bagi Bleach untuk mencuat di scene hardcore lokal. Semenjak itu, band ini tak henti-hentinya tampil di berbagai acara, menjadi salah satu motor penggerak dinamika dalam perkembangan kancah yang kian melaju dengan cepat.
Pada perjalanan berikutnya, Bleach bertemu dan menjalin hubungan erat dengan kolektif Futura Free, sebuah kelompok yang memiliki visi kuat dalam menghidupkan denyut hardcore di tengah tantangan masa pandemi hingga era new normal. Tidak asing bagi Kevin dan kawan-kawan Bleach, beberapa anggota Futura Free ternyata sudah memiliki sejarah interaksi sebelumnya, seperti Arga dari band metallic hardcore Prejudize, serta Ilham dan Reza yang terlibat dalam media alternatif bernama Chlorine.
Futura Free sendiri dikenal sebagai kolektif yang konsisten mengorganisir hardcore gigs dengan berbagai skala, dari yang intim hingga besar, bahkan saat kondisi masih dibatasi oleh pandemi. Bleach kerap didapuk menjadi headliner, membangun reputasi mereka sebagai salah satu gerombolan paling berpengaruh di kalangan tersebut.
Kemistri antara Kevin dan Arga menjadi aspek yang tak kalah menarik. Sebagai dua individu dengan visi musikal yang sejalan, diskusi mereka seputar dunia hardcore seringkali menjadi inspirasi dalam pengembangan pertunjukan maupun eksplorasi artistik lainnya. Hubungan ini bahkan meluas ke ranah yang lebih kasual, seperti fesyen dan obrolan ringan yang sering kali membawa ide-ide segar untuk keberlanjutan aktivitas keduanya.
Kevin coba menuturkan sekilas, “Aku tuh memang bukan bagian dari Futura (Free), tapi karena ketemu mulu sama si Arga dan jadi banyak diskusi ini-itu. Puncaknya ketika kami berdua dapat kepercayaan untuk memegang konten toko Blab Bandung milik Mas Dimz (Adymas Haryo), si Mas Dimz sekaligus ajak Futura untuk buka pop-up, mau itu ngelapakin merchandise atau sebagian barang pribadi (thrifting) yang kami miliki sebagian.
Pas di Blab, aku nyeletuk ke si Arga, ‘Ga kita bikin label rekaman aja yuk, atas nama Futura ini’, tapi untuk divisi label tersebut berbeda dengan divisi event-nya, makanya beda secara nama belakang,” tukas penggemar American Football ini.
“Aku sama Arga mutusin ambil namanya Futura Records Asia.”
Inisiasi Futura Records Asia dan perjalanannya sebagai label anyar.
Futura Records Asia lahir sebagai manifestasi untuk memperluas cakrawala musik independen, terutama hardcore, dari Indonesia ke dunia. Namun, gagasan besar ini tidak muncul begitu saja. Perjalanan menuju pengukuhan label ini telah dimulai jauh sebelum adanya ide bersama antara Kevin dan Arga. Sebagai salah satu figur utama di balik inisiatif ini, Kevin telah menunjukkan dedikasi tanpa henti dalam membangun jaringan dan memperkenalkan Bleach ke lingkup internasional. Usahanya melampaui sekadar membangun nama di panggung lokal; ia berkomitmen membawa suara dan pesan Bleach melintasi batas geografis hingga menggema di tataran global. Hal ini sejalan dengan semangat yang pernah diungkapkan oleh Sick Of It All: “spreading the hardcore reality.”
Gelora “hardcore reality” ini menjadi inti dari Futura Records Asia. Label ini bukan hanya wadah untuk merilis musik, tetapi juga medium untuk menyuarakan ide, cerita, dan visi yang mencerminkan budaya dan realitas scene hardcore di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Langkah Kevin adalah bentuk nyata dari perlawanan terhadap keterbatasan, membuktikan bahwa musik hardcore memiliki kekuatan tak hanya untuk menyatukan, tetapi juga untuk memperjuangkan nilai-nilai yang lebih besar.
“Secara pribadi, aku tuh sering banget entah itu nge-email atau nge-DM ke berbagai booking agent sama label; tentu ngenalin Bleach sama scene hardcore Indonesia, mau direspon atau nggak, cuek dan coba aja dulu. Padahal bahasa Inggris juga nggak fasih-fasih amat,” cetus Kevin yang saat itu tengah mengenakan kaos band crossover bladus favoritnya, Cro-Mags album Alpha Omega.
Tidak lama setelah Kevin asyik mengutak-atik email atau sekadar iseng berselancar melalui DM Instagram, kabar baik menghampiri. Bleach yang baru saja merilis album penuh State of Grace pada akhir 2023, mendapatkan kesempatan emas untuk menjalani tur Asia Tenggara pertamanya. Tur tersebut berlangsung pada Januari 2024, tepatnya dari tanggal 25 hingga 28, dengan tiga titik pertunjukan di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Tur ini terwujud berkat elaborasi dengan beberapa booking agent atau promotor regional: Get Money Records (Malaysia), Blacklisted Prods (Singapura), dan Holding On (Bangkok). Puncaknya, di Bangkok, mereka mendapat kehormatan menjadi band pembuka Combust, unit hardcore asal New York rilisan Cash Only Records yang juga sedang melawat Asia Tenggara. Momentum ini tentu menjadi babak baru yang penting bagi Bleach, sekaligus pembuktian dari kiprah mereka di kancah hardcore internasional.
Namun tidak mudah untuk sekiranya bermain di luar negeri, ya masalah klisenya yakni biaya, entah mulai dari produksi, akomodasi dan uang jajan yang harus disiasati. “Jujur si Bleach ketika tour Southeast itu pakai kas band sendiri alias nggak dapat sponsor,” jelas Kevin. “Kami berangkat pakai uang hasil royalti merchandise, di mana dua bulan sebelum keberangkatan, Odi—Diannov Pamungkas (Disaster Records) nyaranin buat menjual merchandise yang juga memang dirilis (masif) oleh Oblivion Records, untungnya dari sana ada royalti meski empet-empetan, tapi si Bleach punya dana untuk berangkat, memang ada faktor luck-nya euy si Bleach tuh (sambil terkekeh).”
Di tengah kondisi hujan deras, sambil menyeruput ice americano-nya, Kevin bilang dengan nada lantang, “Aku akui emang koneksi dan pertemanan itu penting banget sih kalo dipikir-pikir, dari tur Southeast tadi, Bleach kemudian dapat tawaran main di Concrete Jungle, festival hardcore paling besar di Bangkok bahkan Asia Tenggara. (Selain itu) juga main di Beijing, Tiongkok untuk helatan China Hardcore Festival”.
Hal yang dibahas Kevin tentang pencapaian atau raihannya saat ini, tentu bukan untuk Bleach semata. Makanya bersama Arga lalu sokongan bantuan kawan lain, Henton teman mereka asal Singkawang, Futura Records Asia kukuh senantiasa berdiri. “Aku, Arga dan Henton di Futura pengen buka kesempatan sama teman-teman lain bisa saling terkoneksi dengan teman-teman luar kota dan luar negeri, apalagi pas di tur waktu itu kami sudah punya ikatan pertemanan sama Moneybag (MY), Mystique (SG), Losing End (SG), Wreckonize (SG) dan Renegade (SG)” sebutnya.
Kick off Futura Records Asia dalam bentuk aktivasi musikal yaitu tur bertajuk South Of Reaper, Agustus 2024 lalu, dimana beberapa band dari Singapura dan beberapa band lokal mengitari pulau Jawa. “Penginnya sih agenda tersebut tuh annually dan continuity, sama semisal Futura bisa bawa band semisal dari US atau Aussie, selain teman-teman lain bisa menikmati pertunjukannya juga membuka koneksi dengan band tersebut sih,” harap Kevin.
Ketika naskah tulisan ini dibuat bahkan diterbitkan, Futura Records Asia sedang giat membuktikan eksistensinya di kancah independen dengan aktivitas yang kian produktif, gencar mempromosikan pra-pesan merchandise eksklusif dari Peach (Medan) dan Fatal Realm (New York, AS), mencakup produk seperti kaos hingga topi trucker. Tak hanya fokus pada merchandise, mereka juga baru saja merilis EP terbaru dari Pain, band asal Singkawang yang mengusung metal/hardcore penuh intensitas.
Rilisan terbaru dari Pain yaitu False Victory, Delusion of Profanity resmi hadir dalam format digital pada Jumat, 22 November. EP ini menampilkan kekuatan sound metal/hardcore sarat emosi, mengukuhkan nama Pain sebagai salah satu roster menjanjikan dari Singkawang. Kehadiran EP ini sekaligus menambah daftar katalog berkualitas dari Futura Records Asia.
Sebelum EP dari Pain, label ini telah meluncurkan berbagai proyek menarik, di antaranya: Single dari Kapsul, band hip-metal dengan konsep musik segar dan eksploratif, demo dari Icy (sebuah band serius namun santai—digawangi oleh Kevin, Vansu Akbar, Lukita dan Luthfi) sampai debut Nut, unit powerviolence/hardcore yang memperkenalkan karya mereka bertajuk Off Me Nuts.
Di sela-sela percakapan santai di bawah hujan yang tak kunjung reda, Kevin sempat memperdengarkan dua trek teranyar Bleach yang dijadwalkan rilis akhir tahun ini. “Materi Bleach yang baru Pak, mungkin November atau Desember bakal keluar. Ini jembatan baru Bleach untuk ke rilisan ke depannya,” ungkapnya. Dengan energi sangar, vibe 90-an, logam berat worshipper, dan groove yang solid, nomor-nomor ini menjanjikan arah baru yang tetap gahar sekaligus segar bagi perjalanan musikal Bleach.