X

Arian 13: “Kalau Nggak Ada Slayer, Dunia Kayaknya Bakal Lebih Ngebosenin”

by webadmin / 2 days ago / 249 Views / 0 Comments /

6 Juni mungkin sudah lalu, namun belum waktunya untuk berhenti mengkultuskan Slayer. Berikut chit-chat singkat bersama Arian 13 dengan apa yang ia sudah imani sejak lama, yakni truly fuckin’ SLAYER!!!


Di relung jiwa seorang Arian Arifin (Seringai, Negatifa), Slayer bukan sekadar band metal semata. Mereka layaknya roh hitam yang hidup berdampingan dengan waktu—dari rotasi kaset rekaman sampul fotokopian sampai melakukan kolaborasi resmi antara Slayer dan Lawless Jakarta, jejak grup asal Huntington Park itu terpatri dalam setiap frekuensi yang dia pilih untuk hidup. Tidak pernah benar-benar bisa dicabut.

“Gue sudah denger sejak SMP, album Reign In Blood. (Tentu) kaget, ini album ngebut banget dan tiba-tiba sudah selesai,” kenangnya. 

Album itu memang seperti bom molotov dalam rupa musikal. Durasinya hanya 29 menit, tapi efeknya seperti dirudal ke dalam kepala. Nomor “Angel of Death” membuka tanpa peringatan. Langsung hantam. Slayer tidak pernah datang untuk menyenangkan siapapun—mereka menerjang untuk merusak. Keos. 

Masih menempel dalam memorinya, Arian 13  mengenal Slayer tidak lewat distribusi resmi atau majalah musik. Melainkan lewat sosok perantara yang ia kenal ketika masih menginjak usia remaja. “Dulu dikenalkan oleh sepupu sahabat gue ketika SMP, namanya Duddin. Dia punya rekaman tersebut dengan cover fotokopi. Side A dan Side B direkam sama isinya.”

Duddin bukan hanya kerabat semata. Dirinya semacam outlet katalog ekstrem yang membuka jalan. “Gue suka banyak pinjam kaset ke dia, atau dia yang inisiatif meminjamkan kaset metal/crossover ke gue, ngasih rekomendasi. Gue ingat ketika dia SMA, dia bawa mobil Mitsubishi Lancer putih dengan stiker Death Angel raksasa di kaca belakangnya.”

Di tengah gempuran musik lokal dan internasional medio paruh ‘80-an, Slayer muncul sebagai contender yang tak bisa disandingkan dengan yang lain. Terbentuk tahun 1981 di bagian selatan California, Slayer mulai masyhur melalui debut Show No Mercy (1983), disusul Hell Awaits (1985) yang lebih kelam dan progresif. Namun klimaks sebenarnya datang ketika Reign In Blood (1986) muncul di muka bumi sebagai prolifik keganasan dalam sejarah rock n roll. Sebuah racikan dari tangan dingin Rick Rubin dan Def Jam Recordings—label hip-hop yang merilisnya kala itu. Album yang akhirnya menasbihkan apa itu “thrash metal” dalam geliat paling brutal; cepat, padat dan tidak memberi ampun sedikitpun.

Slayer lantas merilis South of Heaven (1988) dan Seasons in the Abyss (1990), dua album yang lebih atmosferik dan memperlihatkan sisi teknikal yang lebih versatile—tapi tetap haus darah. Tom Araya cs tidak hanya mempengaruhi corak logam berat, mereka membuka jalan bagi subgenre yang lebih ekstrem. Sebut saja death metal, black metal, grindcore dan kroni lainnya, semuanya terinspirasi oleh kerak dan kebengisan Slayer. Manifesto devil horns bin badass sesungguhnya. Cetak biru yang menggeser tahta iblis pasca Sabbath, Motorhead juga Venom.

Reign In Blood, Hell Awaits, dan Show No Mercy adalah yang terbaik dan menanamkan DNA dalam metal,” ucap Arian. Tapi bukan berarti ia membela semua sepak terjang mereka. “Gue nggak tahu sih kalau (berbicara) yang terburuk, tapi rasanya yang paling jarang didengarkan adalah album Diabolus In Musica. Mungkin karena mereka agak bermain di area nu metal, agak keluar dari tradisi Slayer itu sendiri, too modern-sounding type of metal.”

Arian dengan tumpukan plat Reign In Blood (credits: dokumentasi Lawless)

Seiring waktu, hubungan seorang Arian dengan Slayer justru makin melekat. “Moodbooster untuk apa saja. Kadang memutuskan sesuatu yang sulit dengan berpikir, ‘What would Slayer do?’” 

Slayer, dalam semesta Arian, bukan hanya suara—mereka prinsip juga aksi nyata. Dari sekian banyak momen, dua yang paling membekas katanya, “Menonton original line up di Singapura bersama teman-teman dekat (tahun 2006), dan ketika Lawless Jakarta berkolaborasi bersama Slayer. R.I.P, Jeff Hanneman!”

Jeff sendiri bukan hanya gitaris. Ia otak dari banyak karya penting Slayer. Trek seperti “Raining Blood”, “South of Heaven”, “War Ensemble” dan “Dead Skin Mask” lahir dari kejeniusannya, tanpa harus mengesampingkan peran krusial King, Tom dan Lombardo. Sejak Jeff Hanneman wafat di 2013, sebagian penggemar menganggap jiwa Slayer ikut terkubur bersamanya.

Tanggal 6 Juni tersohor sebagai International Day of Slayer. Sebagian orang rayakan dengan mendengarkan Slayer dari pagi sampai malam. Bahkan ada satu bombing yang begitu populer di suatu papan reklame bertuliskan “God is Slayer”. Arian pun memiliki caranya sendiri dalam berselebrasi. “Eh itu bukannya si Slayer yang bikin sendiri, ya? Manajemen/marketingnya yang bikin? (Bukan para Slaytanic yang menginisiasi).  Tapi ya seru saja, anyway. Biasanya di hari itu gue pakai t-shirt Slayer yang jarang gue pakai karena memang rare. Hahaha!”

Lalu, bayangkan: bila dunia tanpa Slayer? Arian coba memberi pandangan singkat. “Kalau begitu banyak orang nggak ada yang tahu Slayer, kayaknya tetap biasa saja hidupnya berjalan. Malah bagi gue ketika menjadi metalhead pasti akan mencari musik yang lebih ekstrem dari apa yang saat itu sudah ekstrem. LOL! Buat gue mungkin dunia agak sedikit lebih membosankan tanpa Slayer.”

Lantas, berarti siapa yang bisa menggantikan posisi Slayer? “Tidak ada! Semesta itu berpusat kepada Slayer,” tegasnya.

Satu jawaban yang tidak membuka ruang debat. Slayer adalah pusat gravitasi. Tanpa mereka, pivot sonik musik cadas bisa retak begitu saja. Monumen. Dan bagi mereka yang mengaku metalhead tapi belum pernah menyentuh Slayer? Ini dia tutur jujur Arian, “Fuck off and die, poser.

Tapi seperti ajaran Slayer sendiri, Arian tidak mau menggurui. “Nggak ada kewajiban. Tapi kalau kamu true, (ya) kamu true.”

Apa yang dia sampaikan bukan demi status. Slayer baginya, bukan aksesori, bukan sekadar koleksi kaos langka, tidak hanya rilisan yang sudah spreading di mana-mana. Mereka adalah entitas yang membuat lekukan ekstrem menjadi sesuatu yang nyata. Slayer adalah monarki amarah, derasnya hujan darah dan serikat kematian yang berbisa. FUCKINNN SLAYERRRRR! Ladies and gentlemen. \m/

Teks oleh Karel