TRACK TALK: Enola – Commit Death (Album, 2024, Bosan Records)
Album yang mengupayakan shoegaze dan metal dalam satu kubangan yang sama; melankolia.
Cukup mengejutkan mendengar kabar kalau Enola merilis album selanjutnya yang secara tiba-tiba mondar-mandir di linimasa. Satu, album ini muncul tanpa pertanda apa pun. Kedua, sampulnya yang lebih condong pada metal ketimbang shoegaze, padahal sebagaimana kita tahu, unit asal Surabaya yang kini beberapa personelnya sudah menetap di Jakarta tersebut sering dianggap jadi barometer shoegaze lokal zaman ini, baik dalam diskusi berbobot mau pun banyolan semacam meme.
Pada awal September lalu mereka mengumumkan kalau album terbaru yang diberi tajuk Commit Death lahir sebagai anak kedua mereka pasca Does Anyone Else? Cukup jauh berbeda dari saudara kandungnya, Commit Death seakan jadi momok baru buat trio ini, sampul yang total metal, suara yang lebih tebal dan gloomy, serta pemilihan riffs yang lebih gahar, meski tetap pada satu aliran darah; melankolia.
Saya sempat tertipu ketika pertama kali melihat karya sampulnya yang langsung melayangkan pikiran pada artworker Mariusz Lewandowski. Awalnya saya pikir memang mereka meminta tangan dinginnya untuk mengolah wajah dari Commit Death ini, namun nyatanya dugaan saya salah, ini semua adalah ulah Syahid (Dazzle, Devil Despize). Kabar yang mengejutkan sekaligus baik buat unit musik lokal atau siapa pun yang membutuhkan jasa gambar karena artworker di sini pun dapat menyajikan style serupa dengan hasil yang sama maksimalnya. Brilian.
Sekian soal sampul, mari menuju musiknya. Akan sangat asing rasanya (kecuali kamu familier dengan sosok sang gitaris, Ayiz yang memang into ke musik-musik noise/no wave) ketika mendengar pembuka album ini yang secara tiba-tiba menampilkan suasana drone gitar padat distorsi sebagai satu materi utuhnya. Saya rasa mungkin ini lah jadinya jika anak-anak metal yang terlanjur berkecimpung di shoegaze namun enggan untuk memulai proyek baru ingin tetap bisa mengalirkan hasratnya. Untungnya, buahnya cemerlang.
Dilanjut dengan beberapa trek ke depannya yang memang secara sengaja menyeiplkan riffs metal, namun dapat berpadu selaras dengan gloomy-nya shoegaze bersuara berat serta bagaimana mereka mengolahnya menjadi materi yang melodius. Vokal yang catchy serta beberapa robekan tenggorokan yang sewaktu-waktu meneror. Komponen tepat untuk membuat level musikalitas mereka ada di tingkat berikutnya; sesuatu yang tak banyak diadaptasi atau ditiru kebanyakan band shoegaze saat ini.
Demi menangkap lanskap yang lebih luas, mereka juga menyertakan beberapa kolaborator yang membuat album ini semakin menarik buat disimak, diantaranya adalah nomor keempat, “Repent” di mana solois Denisa ikut sumbang suara di sana. Meski buat yang satu ini, cukup bias rasanya untuk memisahkan karya Enola dengan Denisa itu sendiri lantaran rasanya yang kepalang mirip, bahkan saya rasa karakter Denisa terlalu dominan di lagu ini. Bukan hal yang disayangkan, hanya saja untuk sebuah kolaborasi rasanya jadi kurang tepat guna.
Kolaborasi berikutnya adalah trek terakhir yang menyertakan nama Neriz Azalea, “I Will Never Recover”, nomor balada yang jadi penutup dramatis setelah perasaan dibuat tak karuan oleh rentetan trek berjumlah delapan butir berisi komponen heavy yang sewaktu-waktu dapat terdengar begitu murung dan terus seperti itu selama durasi total hampir satu jam. Saya suka dengan bagaimana mereka memuarakan pendengar pada lapangan luas hampa dengan judul yang tak kalah dramatisnya. Membuat album ini ditutup dengan perasaan tak normal, antara melanjutkan gairah atau menguburnya dalam-dalam.
Saya cukup tercengang ketika mengetahui bahwa mereka melakukan upaya lebih buat merekam materi-materi dalam Commit Death. Memanfaatkan sebuah bangunan kosong yang dulunya merupakan venue legendaris di kampung halaman mereka, Surabaya yang bernama Skale. Memanfaatkan akustik alami yang ada di tiap-tiap bilik untuk memancarkan energi yang terserap dari sana juga emosi mentah dari mereka. Patut angkat topi atas usaha ini karena hasilnya lebih dari sekedar memuaskan.
Commit Death juga berarti komitmen akan perubahan atas karakter mereka di Does Anyone Else? menuju evolusi terbaru; dalam artian tak memungkinkan bagi mereka untuk kembali pada suara awal mereka. Mungkin akan terdengar sangat cengeng buat telinga metal, namun mutakhir dalam kacamata shoegaze. Yah, silahkan pendengar yang ambil perspektif.