X

TRACK TALK: Denisa – St. Bernadette (Album, 2023) 

by Ilham Fadhilah / 1 year ago / 845 Views / 0 Comments /

Album sophomore yang jadi penyelamat bagi Denisa untuk tetap menarik disimak.

Setelah 2020 lalu Emma Ruth Rundle merilis album kolaborasinya bareng Thou, dilanjut King Woman tahun berikutnya dengan Celestial Blues, tahun ini saya mengira-tak mengira jika rilisan seperti ini akhirnya lahir di kancah lokal, bahkan dari musisi seperti Denisa, yang mana kita tahu album sebelumnya, Bloodbuzz benar-benar tak berpotensi menyeretnya sampai ke sini.

Meskipun saya sendiri sudah sedikit mengiranya dari bagaimana ia kerap menjadi bagian dari penampilan band seperti Morgensoll atau Avhath, namun St. Bernadette masih tetap sesuatu yang menggugah. Dengan output maksimal untuk ukuran banting stir pertama, nampaknya ini bukan pertimbangan yang enteng dengan sekedar mengikuti seleranya terkini, tapi lebih dari itu, Denisa seakan membaptis dirinya dan memilih jalur ini diikuti tekad dan iman yang kuat sebelum akhirnya melafalkan dengan khusyuk 10 nomor di dalamnya.

Entah fase hidup apa yang telah dijalani oleh Denisa, namun saya rasa perubahan kontras dari Bloodbuzz menuju St. Bernadette ini menunjukan kalau apa yang ia lewati bukan suatu yang mudah. Ia mengakui kalau album ini juga bukan album spiritual yang sakral, melainkan memorandum dari pencarian makna dalam perjalanan hidup di titik terpahitnya. 

Saya akan langsung membahas bagaimana tatanan suara dari album ini terdengar. Sebenarnya, output yang memuaskan dari segi sound di album ini tak terlalu mengagetkan, mengingat background dari Denisa sendiri yang merupakan seorang sound engineer. Ditambah campur tangan Haecal Benarivo (Morgensoll) mampu membuat potensi suara Denisa yang tak hanya cocok buat dimuat dalam tatanan musik pop, namun juga yang semisal ini jadi terdengar lebih maksimal. 

Merubah drastis musiknya yang poppy dan berwarna menuju depresif dan monokromnya sludge/post-metal semisal ini, Denisa mampu melahap habis cahaya yang dulunya ada di musiknya dan kini menuju hitam pekat, meskipun beberapa nomor masih menunjukan puing-puing jiwa pop Denisa, simak saja nomor semisal “Spoiled” dan “This is a song About Revelation”.

Dalam album ini, terasa betul pengaruh dari band-band hunian Chino Moreno semisal Team Sleep, Crosses, sampai Palms (Deftones tak perlu disebut karena sudah pasti). Hook dan riffs yang tercipta saya rasa tak lepas dari rasa band-band tadi, namun dengan karakter vokal dibuat tegas dan berwibawa. Di bagian ini juga saya sadar jika suara Denisa mampu mengimbangi perubahan musiknya yang kentara tanpa terdengar memaksakan atau karena tuntutan sesuatu. Kalau pun iya, ia mampu mengimbanginya dengan baik.

Malah satu yang hal yang punya kesan memaksakan saya rasa adalah beberapa nomor dari penyisaan puing-puing pop yang ditujukan sebagai ‘transisi’ musikalitas Denisa dari album pertama menuju sekarang seperti “My Tomb Won’t Close” atau separuh “This is a song about Revelation”. Alih-alih menjembataninya, saya malah merasa itu mengurangi kekhusyukan nomor-nomor lainnya yang sudah mentok sludgy atau post-metal dengan bayang-bayang Bloodbuzz yang saya rasa sudah tak relevan dengan Denisa saat ini. 

Satu lagi, saya juga sepakat dengan poin yang dikemukakan oleh Gerald Manuel, salah satu penulis dari Pop Hari Ini soal album ini, di mana penempatan susunan trek jadi suatu yang berpengaruh ketika kita membahas album. Dan di album ini, bisa dibilang Denisa tak menentukan penyusunan trek dengan paripurna. Keputusannya untuk menempatkan “Pity Party” di nomor ketiga dalam album ini adalah yang paling keliru. Alasannya, saya sepakat sepenuhnya dengan Gerald.

Perubahan musikalitasnya Denisa di album ini bisa dibilang adalah sesuatu yang mujur. Tanpa mendiskreditkan Bloodbuzz, karena album tersebut mungkin tak seburuk itu, hanya saja medioker. Tak ada diferensiasi yang kentara dan mungkin nama Denisa hanya akan jadi opsi nama kesekian dari tumpukan solois yang memainkan musik semisal kalau sampai ia mengeluarkan album kedua dengan warna musik yang sama. Namun lain halnya dengan St. Bernadette, potensinya untuk stand out atau memantik musik semisal di kancah lokal semakin menjamur lebih besar. Semoga. 

Tagged

#denisa #review #music #album #track talk