X

Totalitas Balas Dendam ala The Glory

by Abyan Nabilio / 2 years ago / 790 Views / 0 Comments /

Balas dendam yang super niat ala protagonis The Glory ini modalnya mahal karena semua perencanaannya sangat seksama.

Kisah balas dendam Moon Dong-eun (Song Hye-kyo) akhirnya mencapai puncak dengan tayangnya bagian kedua dari The Glory bulan ini. Berawal akhir tahun lalu, The Glory merupakan drama thriller yang berfokus pada tema kesenjangan kelas dan perundungan anak sekolah.

Puas mungkin jadi perasaan penonton saat melihat akhir serial ini, rasa puas yang hampir mirip dengan saat King Joffrey dari Game of Thrones mati diracun. Tidak ada rasa bersalah saat melihat kelima perundung Dong-eun menerima nasibnya masing-masing biarpun cara yang digunakan sang protagonis begitu keji, sampai sampai dua dari lima orang tersebut kehilangan nyawa.

Kesenjangan kelas merupakan salah satu topik utama The Glory. Park Yeon-jin (Lim Ji-yeon), antagonis utama, selalu lolos dari dosa-dosa masa lalunya karena kekayaan dan koneksi orang tuanya. Agak mengherankan melihat ia tetap setengil itu saat dewasa dengan kesalahan sefatal itu di masa remaja. Ji-yeon memainkan peran ini dengan begitu menyebalkan, didukung dengan delikan mata yang judesnya memang sedikit ke arah teteh-teteh seblak pinggiran Bandung. Kalau ia tinggal di sini mungkin nasibnya akan sama dengan Juliet Navara di Drama Ratu Drama, dibenci ibu-ibu rumah tangga yang kesibukan utamanya nonton sinetron.

Saya memang tidak banyak kenal dengan orang kaya secara personal. Beberapa teman yang saya anggap kaya pun tidak ada yang semenyebalkan Yeon-jin dan gerombolannya., mungkin karena mereka tidak masuk dalam golongan kaya yang sekaya itu. Tapi, jika memang kelakuan orang kaya yang digambarkan The Glory akurat (biarpun tentu tidak secara umum karena konco kenthel Dong-eun, Joo Yeo-jeong yang diperankan Lee Do-hyun juga orang kaya), gerakan Kill The Rich milik anarko-anarko kacangan beberapa tahun lalu jadi masuk akal. Bahkan (kalau benar orang kaya kebanyakan kelakuannya begitu), saya dukung gerakan tersebut secara harfiah.

Mungkin karena lingkungan sosial saya yang tidak begitu luas, sejujurnya saya merasa kekayaan dan ketengilan geng antagonis serial ini tidak begitu realistis. Namun setidaknya aksi bullying yang mereka memang betul pernah terjadi. Adegan memanggang kulit dengan catokan terinspirasi dari kasus nyata yang terjadi di Korea Selatan pada 2006 lalu.

Tema perundungan dalam drama Korea bukan hanya diangkat di The Glory. Tema ini juga mewarnai beberapa serial lain seperti All of Us Dead atau The King of Pigs. Nampaknya perundungan memang jadi permasalahan serius di Korea Selatan hingga sering kali diangkat dalam budaya populer meraka.

Di Korea Selatan sendiri, bunuh diri merupakan penyebab pertama kematian remaja sejak 2007. Penyebab utamanya mungkin bukan secara langsung akibat perundungan, namun kedua hal ini berbanding lurus. Sistem pendidikan Korea pun sampai membuat komite untuk mencegah kekerasan di sekolah. Namun, karena kurangnya tenaga profesional di dalamnya (hampir setengah komite merupakan orang tua siswa), komite ini dirasa kurang efektif sehingga kasus perundungan masih menjadi permasalahan yang serius.

Perundungan sendiri berdampak serius kepada korban. Luka secara fisik tentu akan lebih jelas terlihat, namun luka secara mental juga sama parahnya biarpun tidak langsung terlihat. Perundungan dapat membuat korban mengalami depresi, kecemasan, dan masalah jangka panjang dalam kepercayaan diri. Masa depan korban akan sangan terpengaruh, karena trauma psikologis yang mencakup ketiga hal tersebut dapat terbawa hingga dewasa, ikut membentuk kondisi mental dan pilihan hidup korban. Saya, misalnya, merasa akan lebih sukses kalau punya kepercayaan diri lebih tinggi. Jadi caleg mungkin akan lebih menjanjikan, sayangnya mengemukakan pendapat sendiri saja sudah patah-patah apa lagi menjualnya  ke khalayak.

Dengan obsesi balas dendamnya begitu struktural dan njelimet, Dong-eun tentu tidak punya tempat untuk rasa percaya diri yang kurang. Akan tetapi, perwujudan depresi dan kecemasan akibat trauma masa lalunya sering kali terlihat sepanjang 16 episode The Glory. Ia yang biasanya kalem dan tidak menunjukkan emosi sempat tiba-tiba tumbang karena suara daging panggang yang mengingatkannya dengan tempelan catokan di kulit. Seperti dibahas sebelumnya, kondisi mental dan pilihan hidup Dong-eun terbentuk dari trauma tersebut. Menggeser cita-cita dari ingin menjadi arsitek hingga bisa ikut semacam Paket C lalu mendapat gelar untuk mengajar tanpa lulus sekolah menengah merupakan pertaruhan yang besar. Semua itu mengisi 18 hidupnya sekadar untuk memenuhi obsesi agar bisa balas dendam.

Ini yang mebuat saya berpikir Dong-eun kelewat niat. Dengan modal balas dendamnya, saya pikir ia bisa memodali yayasan kecil-kecilan yang dapat mencegah kejadian serupa terjadi di generasinya mendatang.

Perjalanan Dong-eun mungkin lekat dengan seorang protagonis yang condong bersifat anti-hero. Tapi, entah mengapa, saya merasa Dong-eun tetap digambarkan memiliki moralitas yang kebablasan suci untuk ukuran kalangan ini. Saya akan mencoba membeberkan alasannya biarpun akan terasa percuma.

Pertama, hampir tidak ada korban yang jatuh langsung dari tangan Dong-eun. Mantan gurunya mungkin satu-satunya yang bisa (hampir) dibilang korban langsung Dong-eun, sisanya tumbang dengan sendirinya akibat skema yang rumit.

Kedua, hampir setiap orang yang sudah mengetahui rencana Dong-eun mendukungnya. Terkecuali ibunya yang kalap akan uang, semua orang dari masa lalunya (di luar pihak musuh tentunya) mendukung pilihan si pemeran utama biarpun tahu betapa kejamnya rencana Dong-eun.

Kedua hal tersebut membuat saya berpikir bahwa penulis skenario berusaha menjaga moralitas pemeran utamanya sebagai pahlawan biarpun dalam misi balas dendam. Bahkan saat diwawancarai detektif, Dong-eun bisa dengan tengilnya balik bertanya apakah ada tindakannya yang menyalahi hukum. Ini mungkin dilakukan agar pesan moral “jangan merundung orang” tetap bersih.

Satu hal lagi yang mendukung kedua alasan tadi adalah saya sebagai penonton ikut-ikutan puas saat semua rencana Moon Dong-eun terealisasi. Tujuan sebenarnya dari balas dendam ini mungkin dijelaskan saat Joo Yeo-jeong bertemu kembali dengan Ha Do-yeong (suami Park Yeon-jin) di atas meja go. Mereka membahas tentang apa yang bisa didapatkan kembali korban perundungan adalah kemuliaan dan kehormatan mereka yang tadinya minus kembali ke titik nol, sebagian didapat dari pengampunan dan sebagian lain dari balas dendam. Pilihan pertama sudah pasti nihil didapat dari orang semenyebalkan Yeon-jin yang sudah berkali-kali diberi kesempatan tapi tetap keras kepala.

Sekali lagi, biarpun merasa puas dengan hasil akhirnya, saya tetap beranggapan pemeran utama serial ini kelewat niat. Saya tidak tahu penghasilan guru SD swasta di Korea Selatan, tapi yang jelas (entah saya tidak terlalu jeli melihat sumber pendapatan sampingannya) gaji Dong-eun cukup untuk membeli dua mobil dan menggaji satu karyawan untuk operasional balas dendamnya.

Tagged

#review #The Glory #Bully #Drama Korea

Leave a Reply