Rekomendasi 20 Rilisan Musik 2023 dari Redaksi Consumed

Berikut kumpulan rilisan favorit dari tahun 2023 yang direkomendasikan oleh tim redaksi kami sebelum tahun ini berakhir.
Sepanjang tahun 2023 banyak rilisan musik yang menarik perhatian kami dan intens kami dengarkan. Rasanya tak ada salahnya untuk berbagi denganmu tentang beberapa rilisan dari tahun kelinci ini yang patut kamu simak sebelum tahun ini berakhir. So here they are!
Prabu Pramayougha (Editor)
Grrrl Gang – Spunky! (album)
Grrrl Gang goes punk. Fuck. How could it get any better? Sebetulnya saya sudah sedikit mencium perubahan alur musik mereka yang kelak akan menjadi lebih ‘sruntulan’ (tapi tetap manis) macam ini sejak menyaksikan aksi panggung mereka beberapa kali bertahun-tahun ini. They should have been going ‘hard’ from the beginning.
Ekspektasi super bias itu akhirnya terbayarkan di album perdana mereka ini. Powerful, bad-ass and most importantly, catchy as fuck. Tak ada salahnya untukmu memutar album ini berkali-kali di berbagai kesempatan.
Gavendri – Empathy is a Bitch & Wait A Minute (singles)
Tahun 2023 lumayan berkesan untuk kehidupan saya – karena banyak masalah berat yang menimpa hidup saya secara bertubi-tubi. Tapi tenang, curcolan itu tak akan terlalu banyak bocor ke depannya berkat redaman emosional yang dihasilkan dari sedikit variasi yang saya coba aplikasikan ke daftar putar musik saya selama tahun ini. Salah satu artis yang saya mulai khidmati karyanya dari metode perubahan nuansa daftar putar akhir tahun itu adalah Gavendri – solois asal Ibu Kota yang juga tergabung di kolektif musik Salon RnB.
Dua single telah Gavendri rilis sebagai jembatan menuju album penuhnya: “Empathy is a Bitch” dan “Wait A Minute”. Dua lagu itu lumayan memberikan impresi yang mendalam ke kisaran musik harian saya yang biasanya brangbrengbrong. Groovy at its finest yet she actually has something to say on the lyrics. Karena pengetahuan RnB saya tak semasif itu, nuansa karya Gavendri sekilas mengingatkan saya ke repertoire solois macam Lauryn Hill atau Monica – dengan twist lirik yang topiknya lebih kekinian. Check her music out, please.
No Excuse – Promo 2023 (maxi-single)
Unit straight edge hardcore ini tak pernah melambat. Setelah bermain kaliber di banyak panggung lokal dan bahkan menjalankan tur Jepang, sepertinya kiprah No Excuse akan semakin melesat ke depannya – tapi tentu semua itu disokong oleh kekuatan karya musik mereka yang top notch.
Promo yang berisi dua lagu ini – “Unnecessary Hate” dan “Excruciating Smile” – adalah bukti No Excuse memang paham tentang musik yang mereka tulis dan mainkan. Thoughtful lyrics, great beats and of course, clear messages. Karena akuilah, tak banyak band hardcore lokal dalam waktu dua atau tiga tahun ke belakang punya lirik yang kuat dan tematik macam No Excuse. Just saying.
The Rang-Rangs – 9 Jahitan (album)
Mari kesampingkan bahwa berkat The Jansen musik punk rock minim kunci rumit menjadi kembali diminati oleh khalayak ramai – terutama bagi mereka yang berumur prima dan masih tak punya banyak masalah dalam hidup ini. Pasalnya, album The Rang-Rangs ini adalah bukti nyata manifesto dari punk rock ‘bernyanyi’ yang (bagi saya) sesuai dengan fitrahnya: catchy, menghibur dan cepat.
Satu yang menarik akan album perdana dari trio punk rock asal Jakarta ini adalah bagaimana mereka mampu mentransfer energi penampilan live mereka ke dalam rilisannya – meski dari aspek padanan tata suara di album ini hampir seluruh lagunya terasa begitu dipoles. Intinya, album dari The Rang-Rangs ini adalah format mutakhir dari punk rock ‘bernyanyi’ masa kini yang wajib kamu dengarkan sekarang.
Morfem – “Teleportasi” (single)
Band yang satu ini lumayan curang. Selain merchandise-nya selalu ludes terjual dengan mudahnya, karya mereka pun seringkali memang layak untuk disimak. Seperti single terbaru mereka di tahun 2023 ini yang punya ayunan melodi vokal dan akor gitar yang jauh lebih catchy dibandingkan katalog musik mereka sebelumnya.
Tak harus banyak penjelasan soal Morfem dan para punggawa di dalam band-nya, tapi highlight dari single ini adalah bagaimana Morfem seakan perlahan mencoba alur akor yang lebih catchy dibandingkan identitas rock n roll/alternatif mereka sebelumnya. Malah saya rasa, kalau lagu ini dinyanyikan oleh vokalis perempuan dan tata mixing-nya lebih treblish plus meminimalisir overdrive-fuzz-ever di divisi gitar, lagu ini bisa diproyeksikan menjadi opening sebuah anime haha!
Herry Sutresna (Art Director)
Godflesh – Purge (album)
Album Godflesh terbaik setelah Streetcleaner! Serius. Meramu intensitas debut itu dengan aura album Pure dan sound baru mereka pasca reuni. Termasuk kembali mengadopsi breakbeats hip hop dan breakcore.
Ka – Languish Art/Woeful Studies (double album)
Tahun di mana Ka merilis album selalu istimewa, apalagi yang dirilis adalah album ganda. Seperti judulnya, ini adalah studi. Studi Ka terhadap kekosongan dalam eksistensinya pula studi pendengarnya pada karyanya yang penuh teknik, kedalaman naratif dan kompleksitas wordplay-nya. Di atas musik minimalisnya yang tak kemana-mana pula; loop sederhana dari rekaman soul/rock lawas dan score film Jon Brion, di antaranya. Mengantarkan refleksinya hidup di tengah kemiskinan, polisi, epidemi narkobis, kebusukan ghetto dan polisi (maaf, memang harus disebut dua atau beberapa kali).
Home Front – Games of Power (album)
Kebrengsekan punk, post-punk, new wave, krautrock, dan segala sesuatu di antaranya. Sebut ini synth-punk atau apapun, yang pasti ini album punk paling jenius di 2023. Dengan lirik yang membungkus pertanyaan dan pernyataan eksistential di dunia modern yang bisa menjadi komplimen dalam politik keseharian melawan kebanalan hidup di kapitalisme mutakhir; setiap geliat adalah perlawanan meski cuma soal “That all I need is sleep, all I want is freedom, and a little less over time”.
Svalbard – The Weight Of The Mask (album)
Unit Bristol yang kembali membuat album brutal, depresif sekaligus melankolik dengan sangat simfoniknya. Menggabungkan semua pengaruh mereka, dari post-rock, hardcore, d-beat, hingga modern metal. Meski bukan berada di level “When I Die…” atau “One Day All This Will End”, album ini sangat-sangat tidak mengecewakan.
Noname – Sundial (album)
Setelah nyaris gagal rilis, album Noname ini menjadi penanda bagaimana ngerinya 2023, terutama bagi hip hop. Full-blown soul jazz marxist rap. Jika lagu anti-polisi kalian terlalu macho, cek album pendek indah (cuman 30 menit) ini. Anti-patriotism and radical politics never sounded this smooth.
Ilham Fadhilah (Content Writer & Reporter)
Heals – Emerald (album)
Setelah meninggalkan legacy dengan Spectrum (2017) dan banyak ditiru oleh band-band lokal setelahnya, di Emerald kuintet ini seakan mengencingi mereka semua dengan pergi ke sesuatu yang lebih jauh, tak terjangkau, telak dan mutakhir.
Tajuknya sudah menggambarkan bagaimana album ini punya kesan anti kacangan. Mulai dari progresi hingga referensi, Emerald tak layak kalau harus disebut Spectrum part II. Disamping memangkas dinding bising jadi lebih dreamy, di sini mereka menginjeksi progresi jenius dengan muatan jazz tak berlebih serta mengundang Thundercat dan Flying Lotus buat mengisi isiannya, tentunya tidak secara harfiah.
Gloath – Solitude Consciousness (album)
Album penuh dari grup hardcore punk raw yang lebih akrab dengan format 7” tentunya wajib diapresiasi. Selain keinginan mereka untuk mengemas karyanya dalam format penuh, juga jadi ajang pengokohan karakter serta kematangan yang lebih dipikirkan.
Solitude Consciousness seluruhnya memuat sembilan trek dengan satu nomor remix-an. Menjaga intensitas dan kemurnian UK 82 tanpa celah secara mentah, marah, dan liar. Saatnya kencangkan tali boots-mu dan hentakan di lantai dansa!
Pelteras – Peranjakan (album)
Post-punk/goth rock will rise, tahun ini momentumnya dicuri oleh kuintet Jakarta, Pelteras yang akhirnya melahirkan anak pertamanya dengan nama Peranjakan. Total, mereka memuat 10 trek; setengah lagu lama, setengahnya lagi baru. Membuat muatannya jadi tak terlalu mengejutkan.
Meski demikian,itu tak mengurangi elegansi keutuhan album yang syahdu untuk didengar dari nomor 1 sampai 10. Techa dan kolega berhasil mengorek kerak musik punk/goth dan menghidangkannya lewat jamuan album yang bisa mudah akrab dengan telinga banyak pendengar. Buat saya, hanya tinggal tunggu waktu hingga mereka bisa mencuri perhatian yang masif dan mengangkat cawan atas keberhasilannya untuk itu.
Mesias – AΩ (maxi-single)
Hailing post/sludge metal from nowhere. Meskipun mereka sebenarnya baru merilis single lagi di 1 Desember kemarin, namun saya pribadi masih sangat menyarankan perkenalan mereka di maxi single AΩ yang dirilis September lalu.
Sebagai debut, dua single ini sangat menarik karena mereka masih terdengar mentah dan jujur – atau harus disebut lebih cult(?). Perkenalan yang mengancam sekaligus exciting. Darah segar yang wajib diintai sepak terjang ke depannya.
Disamping EP ini secara tidak langsung direkomendasikan Lord Kobra, Preliminer adalah perkenalan yang manis dan menyentuh bagi mereka yang baru ingin tahu siapa itu Mmmarkos! lebih lanjut. Setidaknya saya adalah salah satunya.
Tidak bisa disebut fresh, namun juga bukan berarti mereka menyuguhkan materi kacangan. Preliminer memuat enam nomor yang cantik dengan fusi dari dream pop serta ketukan konstan ala post-punk. Pemancing dansa-dansi kecil untuk merayakan sirkulasi “awal” dalam setiap momentum hidup.
Sendhi Anshari Rasyid (Content Writer & Reporter)
ZOMBIESHARK! – “Heads I Win, Tales You Lose, You Are My Sunshine.” (Single)
Jika suatu saat saya diberi kesempatan (dan bakat) untuk membuat sebuah proyek musik, maka apa yang disuguhkan ZOMBIESHARK! pada single ini akan menjadi referensi utama saya. Dirinya berhasil memodernisasi dan mengacak-ngacak formula nintendocore ala iamerror ataupun Monomate dan membuatnya terdengar lebih menggugah tuk didengarkan di era terkini.
Mencampuradukan berbagai jenis musik mulai dari metalcore, deathcore, hingga grindcore yang dikemas melalui bebunyian sintesis, membuat musik ZOMBIESHARK! terdengar sangat glitchy, unpredictable, dan chaotic. Bahkan cukup stand out dibandingkan para koleganya yang tengah menggaungkan pergerakan cybergrind revival bertahun belakangan. Opsi menarik untuk didengarkan bagi kamu yang ingin mendengarkan musik keras nan agresif dengan sensasi berbeda.
Batavia Collective – BTVC (EP)
Album ini berhasil menyelamatkan saya dari stigma kalau musik jazz itu akan selalu kolot, serius, dan pretensius. Melalui BTVC, Batavia Collective berhasil membuktikan kalau musik tersebut ternyata bisa dibalut dan terdengar lebih kekinian, ringan, dan menyenangkan. Fakta bahwa proyek musik ini diinisiasi oleh musisi jazz veteran dan seorang produser potensial seharusnya sudah cukup jadi alasan kuat kenapa kamu akan sangat menyesal jika tak mengetahui eksistensi mereka.
Dari sisi musik, sebagai sebuah album instrumental, BTVC berhasil menyampaikan narasinya dengan baik, yaitu menggambarkan bagaimana hectic-nya kehidupan urban yang dijalani para warganya. Sebuah hal yang sebenarnya cukup sulit dilakukan, bahkan untuk para musisi yang bercerita melalui lirik. Tapi Batavia Collective berhasil melakukannya.
Woes – Temporal Dimension (Album)
Bukan rahasia lagi kalau saya selalu mendambakan kehadiran band math-pop di ranah lokal. Sebuah racikan musik math yang dikemas dengan lebih nge-pop dan mudah dicerna. Sayangnya, keinginan tersebut tak kunjung terpenuhi bahkan sampai saat ini. Sehingga kehadiran debut album dari Woes ini berhasil menjadi pelipur lara yang mujarab, meskipun sebenarnya berasal dari negara tetangga. Karena tak bisa dipungkiri musik math pada spektrum ini cukup jarang diadaptasi.
Melalui apa yang tersaji pada Temporal Dimension, penantian puasa karya Woes selama kurang lebih tiga tahun terasa sangat rewarding. Suguhan aransemen guitar-driven yang teknikal, drum dengan berbagai ketukan patah, juga senandung vokal manis di atasnya mengingatkan saya pada formula band-band math Britania Raya di era 2000an. Salah satu hal yang menjadi highlight dari rilisan ini adalah bagaimana sang vokalis menyanyikan penggalan lirik bernada misuh seperti, ‘you were such a f*cking prick,’ dengan pembawaan yang menggemaskan.
Origami Angel – The Brightest Days (Album)
Menurut saya, tak bisa dipungkiri bahwa Origami Angel merupakan salah satu unit emo paling inovatif yang aktif pada beberapa tahun terakhir. Mereka bisa secara seenaknya mengeksplorasi beragam genre, and still sounds good and proper. Walaupun belum seekstrem King Gizzard & the Lizard Wizard yang bisa berganti genre di tiap rilisan, tapi sebenarnya mereka berpotensi untuk melakukan hal serupa kalau memang mau.
Setelah puas mengeksplorasi elemen akustik pada re:turn dan hardcore pada Depart yang dirilis pada tahun 2022 silam, kini Origami Angel bereksperimen dengan elemen lain. Salah satunya adalah elemen doo-wop yang terdengar pada beberapa treknya. Sembari tetap mempertahankan formula dasarnya sebagai sebuah band hibrida antara pop-punk dan emo, juga tetap mengaplikasikan formula lain hasil eksperimen sebelumnya. Oh, dan jangan lupakan juga kalau Origami Angel ini (hanya) berformat duo, baik dalam format live ataupun rekaman. Membuat saya lebih mengapresiasi ragam eksplorasi yang telah mereka lakukan hingga saat ini.
funeruuu – There’s a fallen tree in Juanda (Album)
Jika tahun 2023 dirasa terlalu menyenangkan untukmu, maka There’s a fallen tree in Juanda sangat cocok untuk kamu cicipi karena memiliki asupan musik depresif dengan dosis kentara. Kamu akan diajak menyelami pikiran seorang remaja tanggung yang sedang mengalami kekalutan maksimal, lengkap dengan berbagai perintilannya.
Dibalut dengan permainan eksplorasi bunyi seenaknya pada keseluruhan trek membuat nuansa chaotic dan tak beraturan semakin jelas terasa. Bagi kamu yang telah merindukan karya BAPAK. yang entah kapan akan rilis lagi, album ini bisa jadi alternatif yang menarik untuk didengarkan. Karena kurang lebih berada pada spektrum musik yang sama. Sedikit trigger warning bagi kamu yang memiliki kondisi tertentu untuk mempersiapkan diri lebih dulu agar tidak terjadi hal-hal.
Selamat menikmati semua rekomendasi rilisan 2023 dari kami ini! Semoga rilisan musik di tahun 2024 semakin seru!