TRACK TALK: Bleach – State of Grace (Album, Disaster & Oblivion Records, 2023)
Album debut ini seakan mengajak Bleach buat memikirkan lebih lanjut soal rubah haluan musik jadi alternative rock.
Setelah penantian panjang, Bleach akhirnya merampungkan album debutnya per 1 Desember lalu yang dilepas via digital di bawah bendera Disaster Records dan Oblivion Records. Dinilai dari tajuknya, State of Grace menggambarkan jelas kalau album ini berbicara ranah personal. Kalau engacu dari siaran persnya, album ini adalah curahan emosional mereka yang mengendap dalam tiga tahun terakhir.
Menghadirkan 10 trek – enam baru, empat lama – membuat kehadiran full album ini punya kesan setengah basi. Namun durasi keseluruhan album yang cenderung pendek, membuat adanya empat trek tersebut masih terasa penting di sini. Ya, sayangnya tak lebih dari itu.
Sebagai sebuah debut album, sebenarnya banyak aspek yang kali ini lebih Bleach pikirkan ketimbang rilisan-rilisan sebelumnya. Mulai dari sound, visual hingga tematik lirik. Seluruhnya diusahakan agar berpadu dengan selaras (sampulnya lebih cocok untuk menunjukan citra ‘teler’). Namun sayang materinya malah terdengar seakan menjiplak dari materi lainnya, alias mereka tak memaksimalkan rombakan tiap materi. Nomor ke nomornya cenderung predictable dan seragam.
Terlebih, lagam vokalnya di tiap lagu hampir sama, didukung part yang juga terdengar begitu-begitu saja. Ultra medioker. Dikerjakan dalam waktu tahunan namun serasa mereka terburu-buru dalam menyelesaikannya. Durasi pendek didukung materi generik membuat mereka nyaris merubuhkan momentum album debutnya.
Hampir tak ada nomor hardcore-nya yang benar-benar mencuri perhatian atau terdengar spesial. Meski secara sonik, materi-materinya cukup nyaman untuk dinikmati, tapi hanya sebatas itu. Ya mungkin satu atau dua nomor macam “Chrome” dan “Overcast” menunjukan bagaimana Bleach mampu meramu hardcore kekinian mereka dengan part-part yang menggugah dan berbeda dari materi-materi lainnya, ironisnya itu hanya 20% dari keseluruhan album.
Meskipun mereka seakan kehabisan ide untuk merakit bagaimana nomor-nomornya hardcore-nya bisa terdengar menarik, justru berbanding terbalik dengan bagian-bagian alternative rock yang jadi selipan dalam album ini. Terdengar seakan effortless tapi sangat berbekas. Nomor “Tender” yang melibatkan Austin Powwa (Prime) jadi jagoan saya dalam State of Grace. Trek yang notabenenya minim elemen hardcore dan malah lebih kental dengan alternative pop/rock ‘90-an namun nyantol dalam sekali dengar.
Bukti lain kalau part-part alternative rock mereka lebih menarik yaitu nomor “Scales” yang mengundang Andika Surya (Collapse). Narasi picisan di dalamnya berpadu kasar dengan tatanan musik irit chord dan bagan, hal itu justru membuatnya tak terdengar pretensius dan lebih tulus. Contoh lainnya, coba dengar paruh awal “Superficial Romance (feat. Krisyanto ‘Jamrud’)” dan bagian akhir “Overcast”, nilai sendiri kecemerlangan mereka menulis lagu bernyanyi ketimbang teriak.
Jadi album ini malah mengajak Bleach untuk memikirkan lebih lanjut soal beralih haluan pada grunge/alternative rock. Muatan-muatan yang mengandung elemen tersebut bisa saya bilang jauh lebih berhasil membuat kesan ketimbang part-part hardcore-nya yang generik secara musik dan lirik. Karena bagaimana pun, ironisnya State Of Grace masih punya label sebagai album hardcore.