Revival Never Goes Out Of Style: Sebuah Afirmasi Santai

Sebelum membahas kenapa Consumed kini berubah format menjadi media berbasis digital, saya ingin mengakui terlebih dahulu bahwa dengan menulis ini di bawah naungan media hasil inisiasi Vidi Nurhadi ini, saya telah mengingkari janji saya sendiri ketika hengkang dari media musik tempat saya bekerja sebelumnya.

Tadinya saya berjanji bahwa saya tidak akan lagi bekerja purnawaktu sebagai awak media atau apa pun itu. Tapi entah mengapa, saya dengan entengnya mengiyakan tawaran Vidi ketika dia mengajak saya untuk menjalankan kembali media yang awalnya diproyeksikan sebagai majalah cetak ini dalam format digital. Well, asides from the money and creative control, I still wonder why I am writing this right now. But rest assured, I’m back for good to this world.

Anyway,  sesaat sebelum menulis ‘pernyataan’ ini, saya sempat mengobrol santai dengan Vidi akan keputusannya untuk menghidupkan kembali Consumed setelah hiatus selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Kala saya menanyakan kenapa dia ingin mengaktifkan kembali media ini, dengan entengnya dia berkelakar: “Cuma pengen nyelesain apa yang belum selesai.” Dasar enterpreuneur ulung.

Dia pun lanjut menjelaskan bahwa kehadiran Consumed dalam format digital adalah reaksi spontannya yang menyadari bahwa format cetak tidak terlalu efektif di zaman sekarang. Vidi pun seakan meyakinkan saya bahwa tak ada ekskpektasi akan momen kebangkitan Consumed ini. Dia memaparkan bahwa keputusan ini hanyalan langkah yang dia ambil untuk tidak kehilangan kesempatan – sesuatu yang ia yakin kerap kali hadir di dalam hidup dan selalu memberikan banyak kemungkinan setelahnya.

Dari semua tumpah ruahnya opini yang beberkan, saya hanya bisa menyimpulkan bahwa dia memang melakukan ini semuanya tanpa perhitungan yang jelas. Seenak udel. Which is good I guess. Karena semua yang kami – tim Consumed saat ini – lakukan sekarang terasa sangat organik dan transparan. Ah, mungkin itu yang menyebabkan saya memutuskan untuk melabuhkan energi dan pikiran saya untuk Consumed sekarang: saya beranggapan Vidi menghargai proses dan alur skema dalam menjalankan sebuah media yang satu frekuensi dengan pemahaman saya. Call it cliche or what you will. But that’s how it goes. Semoga sampai kedepannya akan selalu seperti itu.

Apalagi yang saya bisa saya utarakan? Consumed is back for good. Kami pun akan mencoba sebaik mungkin untuk menyuguhkan banyak informasi yang menurut kurasi kami layak untuk kamu simak. Kami pun akan segera membuka alamat surat elektronik di mana kamu bisa mengirimkan press release karyamu – baik itu musik, film, visual atau produk apa pun – yang akan kami periksa dan olah apa bila layak untuk diberitakan.

Dan untuk mengembalikan fitrah Consumed sebagai media cetak, kami pun sudah merencanakan untuk menggarap Consumed versi cetak istimewa setiap beberapa bulan sekali. But please don’t expect anything from us. Kami pun sudah menilik kembali beberapa rubrik yang akan kami muat di halaman digital dan juga versi cetak nanti – seperti rubrik ulasan musik yang bernama Track Talk, Spectacle untuk ulasan film, Fitting Room untuk fashion, Crave ‘Em untuk F&B, Places untuk destinasi wisata, Chronicles untuk reportase helatan juga Construction untuk rubrik opini kami. Masih banyak yang akan kami suguhkan ke depannya. Let’s see if you can handle them all.

Maaf apabila tulisan penanda kembalinya kami ini tak terlalu megah atau penuh akan diksi teknis nan cerdas untuk meyakinkanmu bahwa kami adalah media yang patut untuk mendapatkan atensimu. Kami hanya ingin sekedar menorehkan hari ini sebagai hari yang penting bagi kami. Apakah ini sebuah revival? Mungkin iya atau bisa jadi bukan. Kami akan melemparkan seluruh penerimaan kepadamu sebagai pembaca ke depannya. Namun kalau kamu memang menganggap ini adalah sebuah revival, so what? We always believe that revival never goes out of style. Yes. We just fetched our favorite song title from our favorite band. Go figure.

Cheers,

Prabu Pramayougha

(Editor In Chief)